Melihat Kisah Bersahaja Pengungsi Suriah di Kamp Turki

21.17
Pengungsi Suriah di Turki
Sebulan terakhir ini beberapa ratus ribu jiwa pengungsi Suriah berbondong-bondong memadati tanah Eropa. Mereka mengharap perlindungan maksimal di bawah ketiak Uni Eropa.
Tapi, di antara jutaan pengungsi Suriah yg bermigrasi besar-besaran ke tanah Eropa, sebahagian gede yang lain masihlah pilih utk berkukuh di kamp pengungsian mereka, dekat perbatasan antara Turki & Suriah, bahkan tersebar & meneruskan hidup di Istanbul, kota paling ramai di Turki.
Sekian Banyak diwaktu dulu, tim solidaritas internasional dari Tindakan Segera Tanggap berkesempatan menonton serentak gimana keadaan pengungsi Suriah di Turki, berikut kisahnya, diceritakan oleh Bambang Triyono segera dari perbatasan Turki & Suriah
Su..? Bir tele..Su?” Satu Orang bocah wanita umur 7 tahunan menyapa di pelataran Masjid Fatih. Beliau menawari sebotol air mineral (su) seharga 1 (bir) turkish lira (tele). Gigih sekali caranya menawari. Mengikuti hingga sekian banyak m tim Perbuatan Serentak Tanggap terjadi. Dikarenakan benar-benar siang itu matahari Istanbul sedang terik, sehingga sebotol air mineral dari tangan si gadis mungil berpindah tangan. Bertukar bersama koin 1 lira Turki. Dirinya tersenyum menatap. “Suriah..?” tanyaku. Dia mengangguk tegas, sambil tersenyum & berlalu.
Cuma sekian detik dari perjumpaan itu, datang tiga anak lelaki mengerubuti. Yg berbadan lebih tinggi sekira umur 12 tahunan menawari permen lolipop, dua anak yg berbadan lebih mungil menawari air mineral pula. Tetapi kayaknya mereka cuma mau mengenal kami daripada coba peruntungan barang bawaan mereka dibeli. Semuanya menyapa ramah sambil mengembang senyum, khas anak-anak menyaksikan orang asing.
Anak lelaki berbadan lebih tinggi malah tanya lebih dahulu sebelum disapa, “From..?” Ah dapat berbahasa Inggris rupanya beliau. Sesudah menjawab pertanyaannya, pertanyaan balik apakah beliau anak Suriah cepat meluncur. Tiga-tiganya mengangguk kompak. Yg tadi tanya namanya Zakaria, dua kawannya; yg berbadan paling mungil bernama Ali & yg berkacamata, Mohammed. Ketiganya ikut orang tua mereka mengungsi ke Turki pertengahan th ini. Mereka tidak bersekolah telah lebih dari setahun. Sejak masihlah di negerinya di tanah Suriah mereka tidak bersekolah, sementara di Turki mereka ketinggalan th ajaran. Ah betapa kumplit derita anak-anak pengungsi Suriah ini,
“Pemerintah Turki menunjuk sekolah-sekolah di sekian banyak kota buat sanggup menampung anak-anak Suriah bersekolah. Ada yg free, ada serta yg memerlukan duit pendaftaran buat mampu masuk,” terang Farez (55), seseorang masyarakat Suriah yg mengungsi ke Dubai tetapi mengakses kongsi bisnis warung makan khas Suriah “Abu Nuwas” dgn kawannya, Husen (55), di Istanbul. Di warung Abu Nuwas, Sabtu sore (3/9) kami bincang-bincang ringan soal Suriah & Turki.
Farez meneruskan, utk anak-anak dari keluarga berada di Suriah benar-benar pilih bersekolah di sekolah yg memakai duit pendaftaran. Sementara anak dari keluarga pengungsi yg tidak berkecukupan, menunggu peluang ditempatkan utk mampu bersekolah.
Sepanjang pantauan aku selagi lebih dari sepekan di Istanbul, memang lah lumayan tidak sedikit anak-anak seusia Zakaria, Ali & Mohammed yg berkeliaran di jalanan kota Istanbul.
Bila sore hri menjelang, mereka tidak sedikit muncul di tempat-tempat keramaian di Istanbul sambil menjajakan beraneka ragam barang dagangan. Di Taman Aksaray, kawasan Fatih, Taman Gubernur Istanbul hingga ke kawasan Eminonu (selat Bosphorus) mereka ada & gampang dikenali sbg anak-anak Pengungsi Suriah
Mereka tidak sungkan menawari air mineral, tisu, permen & sebagainya. Bagi anak-anak yg lebih lanjut usia, kebanyakan menjelang tengah malam berjualan mainan atau makanan. Ada pun para perempuan pengungsi Suriah yg tidak sungkan menengadahkan sebelah tangannya mengharap belas kasih pejalan kaki, dgn anak balita atau malah bayi tertidur di sebelahnya.
Bagi keluarga pengungsi yg terlihat lebih mapan ekonominya—terlihat dari pilihan baju & sepatunya, lebih yakin diri duduk berkumpul di bangku restoran-restoran di trotoar jalan. Sampai mendekati malam, di sekian banyak titik Istanbul, seperti yg aku jumpai terhadap Pekan malam(4/10) di Taman Gubernur Istanbul, ada sekian banyak keluarga dgn mengambil anak-anak kelihatan baru tiba ke Istanbul, seperti baru saja menempuh perjalanan jauh.
Bagaimanakah bersama pengungsi yg tidak mempunyai tabungan? Lelaki dewasa atau pemudanya, yg pandai atau bisa sedikit berbahasa Inggirs, bekerja jadi tenaga harian di NGO-NGO Turki yg menyebar di kota gede atau kota perbatasan Turki – Suriah. Yg tidak cakap berbahasa, jadi pelayan restoran, berdagang makanan & mainan menjadi piihan. “Banyak (warung makan atau restoran) yg ingin terima mereka, dikarenakan orang Suriah rajin & serius bekerja. Restoran atau warung makan Arab di Istanbul sini tidak sedikit mempekerjakan mereka,” tutur seseorang wanita pemilik Aymer Resto, kedai makan disekitar kauman Masjid Fatih, yg pun mengkaryakan pemuda Suriah jadi pelayan restorannya.(bams)
Previous
Next Post »
0 Komentar