Bencana darurat asap di th 2015 ini kayaknya masihlah terus berjalan lama. Susahnya memadamkan api yg membakar lahan gambut mengindikiasikan bahwa kabut asap tak ingin menghilang dalam disaat dekat. Imbasnya, jutaan masyarakat di 6 propinsi terdampak kabut asap ialah Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, & Kalimantan Selatan ingin tidak akan mesti masih sabar melintasi hitungan hri bersama pekatnya kabut asap.
Dilansir dari BeritaSatu, banyaknya 25,6 juta warga di Pulau Sumatera & Kalimantan masihlah menghirup hawa tidak sehat jauh di atas kadar berbahaya, ancaman ISPA & matinya perekonomian akibat tidak ada transportasi hawa pula konsisten mengintimidasi. Entah hingga kapan kabut asap bakal mogok. Bahkan tidak sedikit pihak memprediksi, keadaan kabut asap yg menerjang Indonesia di th 2015 ini dapat jadi lebih parah dari keadaan kabut asap & kebakaran hutan sangat buruk di thn 1997 silam.
Bertolak dari kenyataan tersebut, ada pihak yg merasa ganjil kenapa Presiden Joko Widodo belum pun menetapkan bencana kabut asap juga sebagai bencana nasional? Padahal Presiden Joko Widodo telah mengunjungi tiga daerah terdampak asap, tapi kabut asap tetap masih mengepung & belum pula dapat tertangani. Salah satu yg menuntut status bencana kabut asap sbg bencana nasional yaitu Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Agus Hermanto, seperti yg dikutip dari CNN Indonesia.
Kenapa darurat kabut asap di th 2015 ini mesti jadi bencana nasional? Menurut Agus, kalau kabut asap ditetapkan sbg bencana nasional, sehingga seluruhnya sumber daya kementerian & dinas terkait bisa dengan cara penuh bersatu menangani kabut asap sampai tuntas.
Padahal dengan cara segera melalui upaya jalinan bilateral, Presiden telah meminta pertolongan dari pihak internasional utk mempermudah memadamkan asap. Di bawah komando Badan Nasional Penanggulangan Bencana, telah ada sekian banyak pesawat & helikopter spesialis pemadaman kebakaran hutan yg dikirimkan Malaysia, Singapura, & Rusia dalam operasi water bombing di lebih kurang titik api Sumatera.
Tetapi meski belum menetapkan sbg bencana nasional, pemerintah lewat perintah cepat Presiden konsisten mengawasi bagaimanakah perkembangan keadaan kabut asap di enam propinsi terdampak. Tetap dilansir CNN, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyampaikan, tidak cuma menggelar rapat terbatas kusus membahas soal asap, Presiden pula serentak mengujung sekian banyak daerah yg terdampak kabut asap.
Di tengah desakan ditetapkannya bencana kabut asap juga sebagai bencana nasional, muncul pesan broadcast yg dikirim netizen Afni Zulkifli atas nama warga Riau. Mengisi pesan tersebut yang merupakan berikut :
“Hari ini asap pekat kembali menyelimuti Riau. Kepekatannya bisa saja empat kali lipat dari pada awal mulanya. No electric, no school, no flight, no oxygen. Demi Allah, ini terasa seperti genosida! Negeri sedang membunuh 6,3 juta rakyat Riau pelan-pelan.”
“Kami hanya dikasih masker kue, bukan masker standar cocok status tanggap darurat bencana. Mutu hawa bukan lagi berbahaya, namun telah merusak bahkan membunuh. Partikel berbahaya ini telah dua bln kami hirup tidak dengan henti. 24 jam tiap-tiap hri. Telah 55 ribu penduduk, mayoritas balita & orangtua, bertumbangan sebab asap. Ini bukan lagi bencana biasa.”
(cal) img : metrotvnews
Dilansir dari BeritaSatu, banyaknya 25,6 juta warga di Pulau Sumatera & Kalimantan masihlah menghirup hawa tidak sehat jauh di atas kadar berbahaya, ancaman ISPA & matinya perekonomian akibat tidak ada transportasi hawa pula konsisten mengintimidasi. Entah hingga kapan kabut asap bakal mogok. Bahkan tidak sedikit pihak memprediksi, keadaan kabut asap yg menerjang Indonesia di th 2015 ini dapat jadi lebih parah dari keadaan kabut asap & kebakaran hutan sangat buruk di thn 1997 silam.
Bertolak dari kenyataan tersebut, ada pihak yg merasa ganjil kenapa Presiden Joko Widodo belum pun menetapkan bencana kabut asap juga sebagai bencana nasional? Padahal Presiden Joko Widodo telah mengunjungi tiga daerah terdampak asap, tapi kabut asap tetap masih mengepung & belum pula dapat tertangani. Salah satu yg menuntut status bencana kabut asap sbg bencana nasional yaitu Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Agus Hermanto, seperti yg dikutip dari CNN Indonesia.
Kenapa darurat kabut asap di th 2015 ini mesti jadi bencana nasional? Menurut Agus, kalau kabut asap ditetapkan sbg bencana nasional, sehingga seluruhnya sumber daya kementerian & dinas terkait bisa dengan cara penuh bersatu menangani kabut asap sampai tuntas.
Padahal dengan cara segera melalui upaya jalinan bilateral, Presiden telah meminta pertolongan dari pihak internasional utk mempermudah memadamkan asap. Di bawah komando Badan Nasional Penanggulangan Bencana, telah ada sekian banyak pesawat & helikopter spesialis pemadaman kebakaran hutan yg dikirimkan Malaysia, Singapura, & Rusia dalam operasi water bombing di lebih kurang titik api Sumatera.
Tetapi meski belum menetapkan sbg bencana nasional, pemerintah lewat perintah cepat Presiden konsisten mengawasi bagaimanakah perkembangan keadaan kabut asap di enam propinsi terdampak. Tetap dilansir CNN, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyampaikan, tidak cuma menggelar rapat terbatas kusus membahas soal asap, Presiden pula serentak mengujung sekian banyak daerah yg terdampak kabut asap.
Di tengah desakan ditetapkannya bencana kabut asap juga sebagai bencana nasional, muncul pesan broadcast yg dikirim netizen Afni Zulkifli atas nama warga Riau. Mengisi pesan tersebut yang merupakan berikut :
“Hari ini asap pekat kembali menyelimuti Riau. Kepekatannya bisa saja empat kali lipat dari pada awal mulanya. No electric, no school, no flight, no oxygen. Demi Allah, ini terasa seperti genosida! Negeri sedang membunuh 6,3 juta rakyat Riau pelan-pelan.”
“Kami hanya dikasih masker kue, bukan masker standar cocok status tanggap darurat bencana. Mutu hawa bukan lagi berbahaya, namun telah merusak bahkan membunuh. Partikel berbahaya ini telah dua bln kami hirup tidak dengan henti. 24 jam tiap-tiap hri. Telah 55 ribu penduduk, mayoritas balita & orangtua, bertumbangan sebab asap. Ini bukan lagi bencana biasa.”
(cal) img : metrotvnews
0 Komentar