Tidak sanggup dielakkan lagi, kemarau panjang yg menghantam Indonesia kepada 2015 ini ialah salah satu bencana kekeringan terpanjang sepanjang sekian banyak dekade terakhir. Seandainya dihitung sejak gejala awal periode kemarau, kekeringan telah jadi adat harian di Indonesia sejak Maret 2015 dulu. Sekarang, menjelang akhir Oktober atau telah 6 bln sejak periode hujan menghilang, kemarau panjang masihlah berlangsung di berbagai pelosok Indonsia.
Bahkan akibat kemarau ekstrem ini, kabut asap akibat kebakaran hutan jadi makin parah & kelihatannya tidak dapat mogok sampai masa hujan betul-betul tiba akhir th kelak. Kemarau panjang yg menghantam Indoenesia terhadap 2015 merupakan akibat dari ulah El Nino, atau fenomena alam tahunan berupa peningkatan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik yg sudah sebabkan berkurangnya dengan cara drastis curah hujan di wilayah Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Negara yg berada persis di tengah Khatulistiwa.
Resiko jelek dari kekeringan sudah mengambil ribuan petani di Jawa tidak sukses panen. Data terakhir yg dilansir National Geographic menuliskan ada lebih ari 111 ribu hektar sawah kering kerontang & terpaksa tidak berhasil panen.
Simpulannya, bencana kekeringan yg bersifat global ini sudah mengambil kerugian bagi seluruhnya wilayah Indonesia, terutama kerugian tidak sukses panen & kebakaran hutan yg memicu kabut asap. Pertanyaan serta menyeruak, adakah solusi yg mampu dilakukan buat mampu menangkal atau setidaknya mengurangi efek tidak baik dari periode kemarau panjang?
Jawabannya ada di wilayah Enrekang, Sulawesi Selatan. Dikutip dari National Geographic, telah sejak lama Kab yg terletak selatan sedikit dari wilayah destinasi wisata Toraja ini bisa bersi kukuh di tengah gempuran ekstrem kemarau panjang. Biarpun kemarau bersi teguh tidak dengan air hujan sama sekali tatkala berbulan-bulan, tapi petani di Enrekang masihlah yakin diri menanam benih & hasilnya memanen hasil pertanian mereka, sementara para petani yang lain di Indonesia mesti gigit jari sebab sawahnya mati.
Kuncinya ada di aplikasi solusi ditengah masa kemarau, adalah pemanfaatan embung. Warga Enrekang mampu bersi teguh di tengah kemarau panjang dgn memanfaatkan sumber air dari embung yg sudah mereka bangun & mereka rawat pada awal mulanya di periode hujan.
Embung dengan cara arti yaitu bangunan penangkap air yg berfungsi yang merupakan penadah hujjan atau penampung air limpahan atau air yg mengalir dari sungai utk memenuhi keperluan air bagi pertanian, perkebunan, & peternakan. Dengan Cara turun temurun, warga Enrekang telah mengaplikasikan budaya buat merelakan sebahagian lahannya buat membangun penangkap air berupa embung dengan cara mandiri utk keperluan warga umum.
Di Lihat dengan cara geografis, keadaan geologi yg mengelilingi Enrekang benar-benar berada dalam keadaan tidak ramah kepada air resapan. Maka sejak dulu, Enrekang yakni wilayah yg amat sangat rawan terkena kekeringan di waktu kemarau panjang. Dikutip dari Natgeo, Berdasarkan hasil studi IUWASH (Indonesia Urban Water Sanitation dan Hygiene), wilayah Enrekang Topografinya didominasi bukit curam, dinding tegak vertikal, & pastinya batuan kompak yg sangat susah menyerap air.
Sehingga dari itu, wajar jikalau sejak dulu budaya membangun embung buat menampung air hujan telah mengakar lama di warga Enrekang. Satu perihal yg layak dicontoh bagi semua warga Indonesia dikala kemarau menghadang. Respect!
(cal) img : njogja
Bahkan akibat kemarau ekstrem ini, kabut asap akibat kebakaran hutan jadi makin parah & kelihatannya tidak dapat mogok sampai masa hujan betul-betul tiba akhir th kelak. Kemarau panjang yg menghantam Indoenesia terhadap 2015 merupakan akibat dari ulah El Nino, atau fenomena alam tahunan berupa peningkatan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik yg sudah sebabkan berkurangnya dengan cara drastis curah hujan di wilayah Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Negara yg berada persis di tengah Khatulistiwa.
Resiko jelek dari kekeringan sudah mengambil ribuan petani di Jawa tidak sukses panen. Data terakhir yg dilansir National Geographic menuliskan ada lebih ari 111 ribu hektar sawah kering kerontang & terpaksa tidak berhasil panen.
Simpulannya, bencana kekeringan yg bersifat global ini sudah mengambil kerugian bagi seluruhnya wilayah Indonesia, terutama kerugian tidak sukses panen & kebakaran hutan yg memicu kabut asap. Pertanyaan serta menyeruak, adakah solusi yg mampu dilakukan buat mampu menangkal atau setidaknya mengurangi efek tidak baik dari periode kemarau panjang?
Jawabannya ada di wilayah Enrekang, Sulawesi Selatan. Dikutip dari National Geographic, telah sejak lama Kab yg terletak selatan sedikit dari wilayah destinasi wisata Toraja ini bisa bersi kukuh di tengah gempuran ekstrem kemarau panjang. Biarpun kemarau bersi teguh tidak dengan air hujan sama sekali tatkala berbulan-bulan, tapi petani di Enrekang masihlah yakin diri menanam benih & hasilnya memanen hasil pertanian mereka, sementara para petani yang lain di Indonesia mesti gigit jari sebab sawahnya mati.
Kuncinya ada di aplikasi solusi ditengah masa kemarau, adalah pemanfaatan embung. Warga Enrekang mampu bersi teguh di tengah kemarau panjang dgn memanfaatkan sumber air dari embung yg sudah mereka bangun & mereka rawat pada awal mulanya di periode hujan.
Embung dengan cara arti yaitu bangunan penangkap air yg berfungsi yang merupakan penadah hujjan atau penampung air limpahan atau air yg mengalir dari sungai utk memenuhi keperluan air bagi pertanian, perkebunan, & peternakan. Dengan Cara turun temurun, warga Enrekang telah mengaplikasikan budaya buat merelakan sebahagian lahannya buat membangun penangkap air berupa embung dengan cara mandiri utk keperluan warga umum.
Di Lihat dengan cara geografis, keadaan geologi yg mengelilingi Enrekang benar-benar berada dalam keadaan tidak ramah kepada air resapan. Maka sejak dulu, Enrekang yakni wilayah yg amat sangat rawan terkena kekeringan di waktu kemarau panjang. Dikutip dari Natgeo, Berdasarkan hasil studi IUWASH (Indonesia Urban Water Sanitation dan Hygiene), wilayah Enrekang Topografinya didominasi bukit curam, dinding tegak vertikal, & pastinya batuan kompak yg sangat susah menyerap air.
Sehingga dari itu, wajar jikalau sejak dulu budaya membangun embung buat menampung air hujan telah mengakar lama di warga Enrekang. Satu perihal yg layak dicontoh bagi semua warga Indonesia dikala kemarau menghadang. Respect!
(cal) img : njogja
0 Komentar