Beruntunglah bagi siapapun Muslim di Indonesia yang diberikan kenikmatan untuk menjalankan ibadah puasa Ramadhan dan segala macam kebiasaan ibadah yg lain bersama kebebasan penuh, tanpa ancaman, tak dgn aturan yang menyudutkan atau pengucilan dari kaum mayoritas.
Kebebasan beribadah yang tergerus itulah yang menjadi bumbu etika ramadhan minoritas muslim di Myanmar. Myanmar yakni tanah kelahiran etnis muslim Rohingnya yang saat ini terkucilkan dan tak diakui oleh negara manapun.
Seperti yang dilansir dari laman Kompas, menuliskan fakta bahwa dapat menjalankan ibadah shalat tarawih di masjid ketika bulan Ramadhan yaitu satu buah kemewahan bagi para muslim di Yangon, terutama bagi para kaum perempuannya. Dikarenakan, sebagian akbar masjid di Myanmar tertutup utk para kaum perempuan. Jangankan utk beribadah, untuk masuk ke dalam masjid pula mereka tak diperbolehkan.
Tak sulit buat menemukan masjid di kota Yangon, Myanmar. Walaupun Muslim Myanmar adalah minoritas di tengah geliat mayoritas penduduk Buddhis, tapi hampir di setiap township atau setingkat dgn kecamatan memiliki satu buah masjid. Bahkan tak sedikit pun satu township yang memiliki beberapa masjid sekaligus.
Namun uniknya, semua masjid di Myanmar tertutup utk kaum perempuan. Tak hanya tertutup di bulan Ramadhan saja, tapi juga di bulan-bulan lain tak hanya ramadhan serta hanya segelintir masjid yang mau menerima jamaah perempuan.
Menurut cerita, para imam dan guru agama di Myanmar memiliki gagasan konservatif yang tegas. Jangankan utk shalat, untuk memungkinkan perempuan masuk masjid juga tidak diperbolehkan.
Ide konservatif ini nyata-nyatanya ditiru dari India area banyak guru agama Islam dan para Imam di Myanmar belajar ilmu agama. Mereka berpikiran tegas buat menempatkan perempuan beribadah di rumah. Mereka memegang tegus pernyataan yang dikutip dari hadits Rasulullah yang menyebut bahwa ruang paling baik perempuan buat shalat yaitu di rumah.
Serupa bersama Kota Rakhine tempat tinggal suku Rohingya selama berabad lampau, Islam di Myanmar memang lahir dari para imigran Bangladesh dan India yang ketika itu terus berada dalam satu provinsi India di bawah kendali pemerintahan kolonial Inggris, sejak th 1823 hingga 1948.
Imigran dari India dan Bangladesh inilah yang kemudian membawa agama Islam masuk ke Myanmar hingga saat ini. Tapi sekonservatif apapun pemikiran Imam Muslim di Yangon, setidaknya Penerimaan mayoritas Buddhis pada minoritas muslim di Yangon lebih baik dan terbuka di bandingkan dgn nasib muslim Rohingya di Provinsi Rakhine.
Sekarang Ini perubahan paradigma yang membolehkan perempuan Muslim Myanmar utk shalat di masjid tengah menjadi perdebatan.
Aktivitas Ramadhan yang berlangsung di Islamic Hall ditengah jantung Kota Yangon perlahan sejak mulai menerima kehadiran perempuan muslim. Meskipun tempat utk kaum perempuan beribadah terkucilkan dari jamaah laki-laki. Berada pada bangunan sendiri yang terpisah dari bangunan utama masjid, dan tertutup oleh tirai yang kumuh dan tak terawat, namun mereka tetap menikmati syahdunya Ramadhan yg yaitu minoritas. Bisa merasakan beribadah di “masjid” adalah kesempatan langka bagi sebagian agung perempuan muslim Myanmar.
(CAL)
0 Komentar