Satu pekan terakhir ini pemberitaan di fasilitas lokal & nasional ramai membicarakan berkaitan kejadian gempa yg berangkai berlangsung di nusantara. Kumplit mengguncang bersama skala yg beraneka dari ujung barat sampai timur Papua, dari selatan Samudera Hindia hingga ke Pulau Sulawesi di utara.
25 Juli 2015, gempa subuh pagi hri mengagetkan warga Ciamis, Jawa Barat. Episentrum gempa berada di selatan Pulau Jawa, tepatnya di Samudera Hindia dgn kemampuan mencapai 5,7 SR & kedalaman gempa yg lumayan dangkal, lebih kurang 10 kilo meter dibawah permukaan bumi. Sehari berikutnya, gempa pass kuat pula membangunkan tidur siang masyarakat Malang, 5,9 skala richter tertulis dalam seismograf mengguncang Malang & wilayah Jawa Tengah pula jatim, episentrumnya terletak 150km di selatan Malang.
Rangkaian gempa serta masihlah konsisten berlanjut. Esok harinya, ialah 27 Juli 2015, gempa dgn angka guncangan 5 Skala Richter tertulis oleh seismograf di 115 kilo meter Barat Daya Pulau Nias, Sumatera Utara. Seterusnya, 28 Juli 2015 tempo hari, gempa pass akbar berlangsung di wilayah lembah curam & pegunungan tinggi Mamberamo Raya, Papua dgn kemampuan yg lumayan masif, 7,2 Skala Richter. Di hri yg sama, patahan Palu Koro di Sulawesi memicu guncangan gempa 5,1 SR di 78 kilometer Timur Laut, Kanowe Utara, Sulawesi Tenggara.
Seketika rangkaian gempa itu juga memantik kembali diskusi di penduduk, seberapa rutinkah gempa mengguncang nusantara? Kenapa gempa demikian tidak jarang berlangsung di Indonesia?
Kepada dasarnya, gempa yaitu fenomena teratur kegiatan bumi yg umum berlangsung. Gempa bukanlah seperti bencana alam lain seperti badai, banjir, maupun tanah longsor yg mempunyai bisa jadi utk direkayasa pencegahannya. Gempa yakni kebolehan akbar di bawah kulit bumi akibat pergeseran lempengan bumi yg tetap bersubduksi sebab adanya arus superpanas yg konsisten bergerak di dalam intibumi.
Dengan Cara geologis, keadaan Indonesia memang lah berada terhadap sangat banyak titik zona gempa. Belasan ribu pulau-pulau & basic perairan Indonesia berada di atas jumpa lempeng-lempeng gede bumi. Ada Lempeng Pasifik & Filipina di Timur Indonesia, ada lempeng Eurasia & Lempeng Indo-Australia di sepanjang garis Pantai Barat Sumatera menjajar sampai ke Pantai Selatan Jawa, Pantai Selatan Bali & Kepulauan Nusa Tenggara.
Dinamika antar lempeng bumi itulah yg menyebabkan pelepasan energi & berwujud jadi gempa. Sangat Disayangkan, dinamika lempeng yg berlangsung di Indonesia yakni pergerakan lempeng yg bersubduksi atau bertumbukan satu sama lain. Tumbukan inilah yg membuat patahan, tatkala sekian banyak thn patahan bakal terjepit atau terlipat, jikalau patahan jenuh & tidak kuat menahan energi kegiatan lempeng, sehingga bagaikan pegas yg ditarik & terlepas, energi bakal ke luar dgn langsung & menggetarkan permukaan bumi.
Macam Mana trick menyikapinya? Jikalau sanggup dipelajari risiko & dikurangi dampaknya sampai sekecil barangkali, kegiatan gempa sesungguhnya bukanlah momok yg menakutkan. Tengok saja macam mana penduduk Jepang hidup sehari-hari dalam tradisi waspada & sadar dapat risiko gempa. Mulai Sejak dari membangun rumah tahan gempa, menggali ilmu peta risiko gempa, sampai mengetahui prosedur penanganan darurat dikala gempa mengguncang sudah jadi sektor dari kehidupan sehari-hari warga Jepang, negeri dgn potensi kegempaan paling besar di dunia.
Nah kesadaran utk mengakrabi gempa itulah yg sepertinya belum jadi bidang dari kehidupan warga Indonesia. Ingat bahwa sejatinya gempa itu tak mematikan. Yg membahayakan bagi manusia & lingkungan merupakan infrastruktur bangunan & gedung yg kerap kali mengubur masyarakat & mengambil kerugian nyawa & harta. (CAL)
0 Komentar