Sejak akhir Maret dulu, telah nyaris dua bln kisah kemanusiaan menakjubkan tersaji di tanah Aceh Darussalam. Dikala itu puluhan penangkap ikan di pesisir Aceh berbondong-bondong menunjukkan solidaritas kemanusiaan gemilang bersama menyelematkan ribuan orang Rohingya yg sudah terkatung-katung berminggu-minggu di tengah samudera luas. Saat Ini nyaris dua ribu orang Rohingya berstatus yang merupakan pengungsi sudah menetap di beraneka titik wilayah Aceh Utara, Nangroe Aceh Darussalam.
Tokoh warga Aceh Utara Tgk Zulkarnaeni Hamzah menyebut bahwa nurani rakyat Aceh terpanggil sesudah menyaksikan menonton ketakberdayaan saudara semuslim pengungsi Rohingya yg terdampar di laut Aceh, terlebih sesudah dibantu penduduk Indonesia & dunia internasional ketika musibah tsunami. Zulkarnaen mengemukakan terhadap perwakilan pengungsi Rohingya, para pengungsi janganlah merasa gundah hidup di Aceh, warga Aceh dapat berbuat sebaik-baiknya menolong sesama masa.
Pendapat bahagia Tgk Zulkarnaeni Hamzah itu juga setidaknya menggambarkan dengan cara apa kemurahan hati & solidaritas kemanusiaan yg diberikan oleh penduduk Aceh utk Rohingya. Bahkan Zulkarnaen menegaskan utk dengan cara tuntas membantu Rohingya. Aceh bakal menerima pengungsi Rohingya dalam jangka saat yg tak terbatas. Segenap warga Aceh juga berkata aspek mirip, perlindungan yg diberikan penduduk Aceh tidak ingin bersifat sementara. Aceh memberikan akses perlindungan permanen hingga para pengungsi Rohingya mendapat perlindungan yg aman & terjamin baik nasional ataupun internasional. Zulkarnaen pula berujar bahwa Rohingya yakni tamu spesial yg “sengaja” dikirimkan Allah sbg ladang pahala mutlak warga Aceh.
Tetapi, dibalik seluruhnya kebaikan & kemurahan hati yg dihamparkan oleh Penduduk Aceh, nyata-nyatanya permintaan orang Rohingya juga sebagai pengungsi di Aceh benar benar sederhana. Sesudah mengucap syukur tidak terhingga atas penerimaan luar biasa di Aceh Utara, para pengungsi Rohingya cuma meminta satu perihal, ialah kedamaian.
“Kami tidak meminta duit atau rumah, kami hanya mau hidup berdampingan bersama saudara-saudara kami sesama muslim dalam kedamaian. Kami mau bisa beribadah bersama baik, yg tak didapat di sana (Myanmar),” pinta Hussein (29) salah satu orang pengungsi Rohingya yg fasih berbahasa Melayu.
Permintaan Hussein tersebut bukanlah tidak dengan argumen. Selagi puluhan bln Ramadhan yg dialami Rohingya sejak sekian banyak dekade terakhir di Rakhine, jauh dari gagasan kedamaian & kebahagiaan Ramadhan. Diskriminasi & penindasan tidak dengan argumen yg dilakukan oleh mayoritas Buddha di Rakhine kerap kali jadi pengganggu tradisi ibadah Ramadhan mereka. Tarawih, tadarus Al-Quran sampai berpuasa tidak sempat dinikmati Rohingya juga sebagai kebahagiaan bln Ramadhan.(CAL)
0 Komentar