Selagi 3 bln terakhir, periode kemarau panjang sudah menghempas tidak sedikit kebahagiaan. Bermacam Macam daerah di Indonesia dirundung duka. Ramai-ramai mereka mengeluhkan faktor yg mirip : Desa kami kekeringan! tidak ada pasokan air sama sekali bahkan buat mandi, macam mana dapat mengalirkan air ke sawah & pertanian kalau utk kepentingan rumah tangga saja air tanah kering?
Masa kemarau panjang di thn ini benar-benar mengambil tidak sedikit penderitaan. Hujan yg tidak kunjung datang sedikitnya sejak 3 bln dulu menjadikan tanah retak tidak karuan. Air tanah juga habis menguap dikarenakan panasnya matahari. Sumur kering & sungai kering ini pula jadi bencana baru : kekeringan massal.
Pihak Pemerintah Daerah serta kelimpungan dalam mengantisipasi bencana kekeringan ini. Acara pertolongan air bersih dialirkan ke bermacam macam desa yg membutuhkan. Tapi acara itu dirasa kurang cocok & efektif. Lebih-lebih periode kemarau thn ini terjadi panjang & merata, beberapa ratus desa tiap-tiap harinya bertambah meminta pertolongan air. Akibatnya terang, tidak sedikit desa yg hasilnya terabaikan tidak bisa pasokan air. Saat Ini mereka cuma sanggup pasrah meratapi duka.
Lantas bagaimanakah trik menyikapinya? Seperti yg dikutip dari page National Geographic, nyata-nyatanya trik paling baik utk mengatasi bencana kekeringan tapi luput dilakukan oleh pemerintah, khususnya di Pulau Jawa yakni membangun bendungan atau embung juga sebagai “ember raksasa” utk persediaan air bersih.
Dilansir oleh National Geographic Indonesia, seseorang ahli hidrologi Fakultas Teknik Kampus Diponegoro Semarang, Robert J Kodoatie menyebut keprihatinannya atas maraknya peningkatan infrastruktur yg berimbas kepada tak lagi terlindunginya sumber-sumber air di Jawa.
Akibatnya nyata berlangsung disaat ini, kekeringan di th ini berdampak teramat masif bagi daerah-daerah dataran rendah bahkan sampai dataran tinggi di wilayah jabar. Padahal semestinya dataran tinggi berfungsi sbg hulu, kawasan yg dipakai yang merupakan serapan air. Tetapi kenyataanya, model persediaan air di desa belum berkembang, bahkan kalah bersama model infrastruktur pembangunan perumahan, ruko, sampai minimarket maupun pabrik di pelosok desa.
Robert Kodoatie menimbulkan data, bahwa akibat tak teraturnya mutu pengelolaan air bersih di Pulau Jawa, kala periode hujan air hujan yg turun 70 persennya cuma terbuang percuma, bahkan malah mendatangkan bencana banjir & longsor.
Kurangnya kesadaran dapat manfaat penampungan air semacam bendungan inilah yg jadi fatal. Tanah telah terlanjur terpancang tiang-tiang bangunan baru, sebentar lagi berwujud gedung tinggi menjulang, atau bisa jadi beralih jadi lahan pabrik yg luas dipinggir desa. Bila hujan deras turun, bencana banjir melanda. Sedangkan apabila kemarau datang, kekeringan massal tidak mampu dicari jalan keluarnya.
Hingga kapan kita tetap berdiam diri tidak ingin menggali ilmu mengerti alam?(CAL)
0 Komentar