Mengkaji Hukum Seorang Wanita Itikaf di Masjid Menjelang 10 hari Ramadhan

19.27
hukum-itikaf-perempuan
Menjelang hitungan hari-hari terakhir di bln ramadhan, perbincangan sekitar ibadah paling baik di 10 hri terakhir ramadhan serta ramai di tengah-tengah obrolan warga. Ada yg menjadikan 10 hri terakhir juga sebagai momen paling baik utk mengoptimalkan tadarus Al-Quran. Ada yg menggunakan damainya 10 hri terakhir ramadhan utk giat menjalankan shalat tengah malam, ada serta sebahagian yang lain yg mamaksimalkan keberkahan 10 hri terakhir ramadhan bersama lakukan i’tikaf, atau berdiam diri di masjid di waktu-waktu tertentu utk konsentrasi menunaikan beraneka ragam ibadah. Mulai Sejak shalat sunnah & wajib berjamaah, tadarus Al-Quran, kajian kusus, mencari ilmu mengaji & beragam kebaikan yang lain sepaket dalam satu momen i’tikaf.
Bagi laki laki muslim, kalau ketika & kesempatannya mengizinkan, sehingga proses i’tikaf bakal sebisa barangkali ditingkatkan utk memetik pahala & keberkahan sebanyak-banyaknya. Tapi dengan cara apa dgn kaum wanita? Apakah boleh wanita ikut menunaikan kebaikan i’tikaf di masjid?
Utk elemen ini, tidak sedikit perdebatan bermunculan. Ada yg berujar bahwa i’tikaf disunnahkan oleh Islam cuma berlaku bagi kaum cowok saja, & tak berlaku bagi wanita. Sementara opini lain menyebut sebaliknya, bahwa wanita pula diperbolehkan utk laksanakan proses i’tikaf. Berikut merupakan kajian atas dua opini tersebut :
Dimakruhkan hukumnya bagi wanita buat i’tikaf di masjid.
Utk dalil perdana ini, para ahli merujuk terhadap salah satu hadits Rasulullah yg menyampaikan yang merupakan berikut : “Seandainya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengetahui apa keadaan perempuan kala ini pasti dirinya bakal melarang mereka (buat ke luar menuju masjid) sama seperti Allah sudah melarang perempuan Bani Israil.” (HR. Bukhari : 831 & Muslim : 445)
Sunnah hukumnya bagi wanita yg berniat i’ikaf di masjid.
Menyaksikan dari tren yg sedang menjamur sekarang, tidak sedikit wanita Muslimah di Kota-kota akbar yg semangat buat sama-sama mengikuti proses i’tikaf di dalam masjid. Panutan dalilnya ada di hadits Rasulullah yg menyampaikan : Sesungguhnya Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sudah lakukan i’tikaf di sepuluh hri terakhir di bln Ramadhan sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala mewafatkan dirinya, selanjutnya istri-istri dia juga lakukan i’tikaf sepeninggal ia(HR Al Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An Nasa’i, & Ahmad)
Dalam Shahih Al Bukhari (2033) & Muslim (1173) dari jalur Yahya Badan Intelijen Negara Sa’id Badan Intelijen Negara Amrah, dari Aisyah,
“Bahwasanya Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam hendak beri’tikaf. Sehingga disaat dirinya beranjak ke ruang yg hendak dijadikan beri’tikaf, di sana telah ada sekian banyak kemah, adalah kemah Aisyah, kemah Hafshah, & kemah Zainab.”
Dari dua pernyataan diatas sesungguhnya akan disimpulkan bahwa opini yg menyebutkan hukum i’tikaf bagi wanita ialah sunnah yaitu pernyataan yg lebih dekat kepada kebenaran. Dalam hadits yg dipaparkan mengenai kemah ‘Aisyah, Hafshah, & Zainab dalam Shahih Bukhari & Muslim menunjukkan bahwa i’tikaf di masjid tak menjamin keamanan satu orang perempuan, oleh dikarenakan itu butuh dibuat kemah sbg tabir atau jilbab bagi para perempuan dari pandangan para lelaki.
Tapi pasti i’tikafnya seseorang wanita serta tidak dapat dilepaskan dari segala macam urusan yg berhubungan bersama kewajiban penting seseorang istri utk melayani suami & anak juga sebagai istri & ibu. jangan i’tikaf justru melalaikan kewajiban utamanya yang merupakan kodrat wanita yg seutuhnya utk jadi istri & ibu.(CAL)
Previous
Next Post »
0 Komentar