Seperti yang diketahui, sejak 2013 silam, Sinabung telah ratusan kali menunjukkan beragam aktivitas vulkanisnya. Sinabung sejatinya merupakan gunung api non aktif sejak ratusan tahun silam. Sinabung yang sudah tak lama tak aktif kemudian terbangun pada 2010 lalu. Letusan pertamanya sejak ratusan tahun tanpa aktivitas diperkirakan terjadi akibat proses subduksi yang bergejolak di jalur patahan lempeng Eurasia dan Indo Australia yang menjajar di sepanjang pantai barat Sumatera. Kini, Sinabung sudah lebih dari 2 tahun meletus tanpa menunjukkan gejala berhentinya aktivitas vulkanis.
Hari ini, Jumat (5/6). Sinabung kembali meletus. Sudah lebih dari satu minggu terakhir, Gunung api yang berada di Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Karo, Sumatera Utara itu kembali menyembulkan awan panasnya ke udara. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat jumlah sementara pengungsi kali ini mencapai angka 2.727 jiwa yang berasal dari empat Desa, yaitu Desa Tiga Pancur (963 jiwa), Desa Gurukinayan (1.108 jiwa), Desa Pintu Besi (256 jiwa), dan Desa Berastepu (400 jiwa).
Status gunung Sinabung sejak Selasa (2/6) memang telah dinaikkan dari Waspada menjadi Awas. Aktivitas vulkanis yang berlangsung di dalam perut Sinabung semakin meningkat sejak akhir Mei silam. Berdasar pada data yang dihimpun, volume kubah lava di Puncak Sinabung telah mencapai 3 juta meter kubik. Guguran lava panas berwarna merah menyala terus terjadi sejak peningkatan status aktivitas Sinabung menjadi Awas.
Lantas yang menjadi permasalahan adalah, para pengungsi yang terdampak oleh letusan Sinabung seakan terkatung oleh status bencana Sinabung yang belum ditetapkan menjadi bencana nasional. Padahal jika bencana nasional sudah dideklarasikan untuk letusan Sinabung, akan ada anggaran khusus dari APBN yang dialokasikan untuk penanganan yang lebih baik bagi ribuan korban bencana letusan Sinabung.Banyak pihak yang mendesak deklarasi Sinabung sebagai bencana nasional mengingat derita berkepanjangan yang harus dirasakan oleh para pangungsi Sinabung setelah hampir 2 tahun Sinabung bergejolak tanpa ada tanda berhenti. Namun sayangnya, BNPB dan pemerintah sepertinya masih enggan untuk meningkatkan status bencana Sinabung, setidaknya hingga hari ini.
BNPB melalui Deputi Bidang
Penanganan Darurat, Tri Budiarto mengatakan seperti yang dirilis oleh
portal JPNN bahwa yang terpenting penanganan pengungsi Sinabung sudah
dalam kondisi manajemen bencana yang baik oleh Pemkab Karo dan Pemprov
Sumut.
Desakan untuk meningkatkan status bencana Sinabung pun dianggap belum diperlukan bagi para pengungsi. Tri mengatakan bahwa Pemprov Sumut dan Pemkab Karo masih aktif mengurusi para pengungsi, dana daerah untuk pengungsi Sinabung pun masih dianggap cukup untuk melengkapi kebutuhan ribuan pengungsi.
Respons setengah hati oleh pemerintah pusat ini disayangkan oleh banyak pihak, karena manajemen bencana sesungguhnya adalah tanggung jawab bersama. Melihat kondisi Sinabung yang masih bergejolak entah sampai kapan, seharusnya menjadi perhatian utama. Pemerintah pusat diharapkan sigap mengeluarkan dan menetapkan status yang lebih jelas bagi kondisi bencana Sinabung. Anggaran kebencanaan dari Pusat jelas diperlukan untuk menghidupi para pengungsi secara lebih layak. Tak bisa menaruh harap begitu saja pada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten, Manajemen bencana adalah tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat.
Miris rasanya melihat gerak kemanusiaan komunitas di Indonesia yang bergerak cepat ketika melihat pengungsi Rohingya, namun apakah kita menyadari bahwa tak jauh dari kamp pengungsi Rohingya di Aceh, ada ribuan pengungsi Sinabung yang sudah lebih dari dua tahun tak memiliki rumah? Tak bisa menikmati hidup yang normal? Sadarkah kita bahwa mereka di Sinabung adalah saudara kita juga? (ijal)
Sumber
Desakan untuk meningkatkan status bencana Sinabung pun dianggap belum diperlukan bagi para pengungsi. Tri mengatakan bahwa Pemprov Sumut dan Pemkab Karo masih aktif mengurusi para pengungsi, dana daerah untuk pengungsi Sinabung pun masih dianggap cukup untuk melengkapi kebutuhan ribuan pengungsi.
Respons setengah hati oleh pemerintah pusat ini disayangkan oleh banyak pihak, karena manajemen bencana sesungguhnya adalah tanggung jawab bersama. Melihat kondisi Sinabung yang masih bergejolak entah sampai kapan, seharusnya menjadi perhatian utama. Pemerintah pusat diharapkan sigap mengeluarkan dan menetapkan status yang lebih jelas bagi kondisi bencana Sinabung. Anggaran kebencanaan dari Pusat jelas diperlukan untuk menghidupi para pengungsi secara lebih layak. Tak bisa menaruh harap begitu saja pada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten, Manajemen bencana adalah tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat.
Miris rasanya melihat gerak kemanusiaan komunitas di Indonesia yang bergerak cepat ketika melihat pengungsi Rohingya, namun apakah kita menyadari bahwa tak jauh dari kamp pengungsi Rohingya di Aceh, ada ribuan pengungsi Sinabung yang sudah lebih dari dua tahun tak memiliki rumah? Tak bisa menikmati hidup yang normal? Sadarkah kita bahwa mereka di Sinabung adalah saudara kita juga? (ijal)
Sumber
0 Komentar