Suaka untuk Rohingya: Apa itu Konvensi Pengungsi PBB?

19.19
Suaka-Rohingya-PBB
Rohingya dan segala macam kompleksitas masalahnya telah menjadi isu internasional. Tak akan lagi dilihat yang merupakan isu Myanmar semata, bukan juga menjadi masalah regional yang harus diselesaikan oleh negara-negara anggota ASEAN saja. Mengapa demikian? Ada beragam ragam urusan kemanusiaan penting yang tak mampu dibiarkan terlalu lama merundung sekian banyak ratus ribu orang Rohingya, baik yang masih bersi teguh di Rakhine, maupun yang sudah berstatus serta yang merupakan pengungsi tanpa izin di Malaysia, Bangladesh, ataupun Indonesia.
Kejadian di Aceh sebulan lalu telah membuka mata dunia. Ribuan pengungsi Rohingya yang terdampar dan setelah itu diselamatkan oleh nelayan lokal Aceh awalnya telah mengalami penolakan di berbagai ragam negara. Sebelum diselamatkan nelayan, ribuan “manusia kapal” yang terkatung-katung di tengah laut itu juga telah mengalami penolakan oleh tentara penjaga perbatasan negeri Malaysia maupun Indonesia. Alasan para tentara itu jelas, Indonesia tidak menerima sama sekali warga negara asing masuk ke wilayah hukum Indonesia tanpa dokumen sama sekali.
Setelah penangkap ikan lokal Aceh menjadi pahlawan penyelamat Rohingya, kisahnya setelah itu seketika menyentil jutaan rasa kemanusiaan Internasional. Pemerintah Indonesia dan Malaysia pun melemah, kedua negara sepakat utk menerima Rohingya lantaran alasan kemanusiaan setidaknya hingga satu thn ke depan.
Menarik buat disimak mengenai bersama kiat apa sesungguhnya pemerintah menyikapi urusan Rohingya lebih jauh. Dalam Hak Asasi Manusia, masalah tentang pengungsi diatur dalam Konvensi Pengungsi 1951. Konvensi ini meliputi prinsip-prinsip yang berlaku sebagai instrumen hukum buat tidak jalankan pemulangan (non-refoulment), tidak laksanakan pengusiran (non-explusion), tidak melaksanakan pembedaan (non-discrimination), serta menghindari pemberian hukum pidana bagi para pengungsi yang masuk bersama kiat tak legal ke Indonesia.
Langkah Indonesia dan masyarakat Aceh utk menampung Rohingnya setelah itu menjadi satu poin apresiasi tinggi dari komunitas internasional. Tak Sedikit pihak yang punyai anggapan bahwa Indonesia telah menjadi leader dalam urusan kemanusiaan global, khususnya isu Rohingnya.
Meski pada kenyataannya, Indonesia sudah sejak pertama kali Konvensi Pengungsi ditegaskan tak pernah meratifikasi instrumen hukum yang berada di bawah bendera PBB tersebut. Mengapa demikian?
Berdasarkan pada analisis yang dilakukan oleh Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Tantowi Yahya seperti yang dikutip dari laman CNNIndonesia, menegaskan bahwa perlu ada peninjauan ulang pada isi dari Konvensi Pengungsi PBB. Menurut Tantowi ada sekian tidak sedikit pasal yang tetap multitafsir dalam Konvensi Pengungsi itu, Penegasan menyangkut apa itu Displacement, apa itu Pencari Suaka, Apa itu Pengungsi? masih menjadi tanda tanya bagi Indonesia. Dikarenakan memang lah tak semua yang lari dari negaranya harus dilindungi oleh Indonesia.
Namun dibalik kebimbangan mengenai Konvensi Pengungsi PBB itu, nyatanya diwaktu ini 1.975 jiwa pengungsi Rohingya di Aceh yang tercatat oleh UNHCR memperoleh penampungan sementara dan kehidupan yang lebih pantas dari uluran tangan komunitas masyarakat Aceh. Bahkan tidak hanya itu saja, di minggu ke dua bulan ramadhan kelak, InsyaAllah akan diresmikan Integrated Community Shelter senilai milyaran rupiah, satu buah bentuk usaha paling baik yang bakal diberikan warga Aceh dan Lembaga kemanusiaan Perbuatan Serta-merta Tanggap (ACT) bagi Rohingya. 
CAL)
Previous
Next Post »
0 Komentar