Kisah pilu tentang Rohingya bisa saja tak akan menjadi isu yang menyebar mengagumkan cepat hingga ke dunia internasional seandainya nelayan lokal di pesisir Aceh tak sigap memantik rasa kemanusiaannya. Diwaktu itu, ribuan jiwa pengungsi Rohingya dan Bangladesh berlayar terkatung-katung di tengah dinginnya angin laut perairan Andaman. Selama berhari-hari mereka terombang-ambing tak tentu arah, lapar dan haus jelas dirasakan oleh mereka. Entah sudah berapa jiwa yang mati dan kemudian di buang ke laut di tengah perjalanan.
Hingga akhirnya penangkap ikan dari dua desa di pesisir Aceh Utara, Desa Meunasah Sagoe dan Desa Matang Puntong, Kecamatan Seunodon, Aceh Utara menanggalkan semua ego, menggantinya dengan kepedulian dan rasa kemanusiaan yang tinggi demi mempermudah “manusia kapal” keluar dari penderitaannya ditengah laut. Mereka pun bahu membahu menolong dan menerima perdana kali pengungsi Rohingya. Sejarah serta tercetus, dunia kembali menyorotkan matanya pada Aceh. Kali ini bukan lagi duka Aceh yang menjadi isu, namun kolaborasi kemanusiaan gemilang dari dua desa di Aceh Utara telah memantik rasa iba dan mengetuk pintu hati masyarakat dunia.
Aksi Langsung Tanggap yang merupakan Lembaga kemanusiaan yang pertama kali pula menaruh perhatian mendalam kepada isu Rohingya seterusnya bergegas ikut menerima dan menampung Rohingya di Meunasah Sagoe dan Matang Puntong. Solidaritas penduduk dunia pun seketika terbentuk dan datang ke Aceh. Nestapa manusia kapal akhirnya dapat dihentikan setidaknya untuk sementara.
Dua desa yang mula-mula kali menampung Rohingya di Aceh Utara kini mendunia. Keberkahan perlahan datang. Hadiah langsung dari Allah atas keberanian dan kemanusiaan para penangkap ikan. keterpanggilan atas dasar kasih sayang sesama manusia yang diperlihatkan para penangkap ikan inilah yang menjadi sumber berkah penting bagi desa Meunasah Sagoe dan Desa Matang Puntong.
Kisah lain datang dari seseorang nelayan di Kota Langsa yang serta menjadi tempat terdamparnya kapal pengungsi Rohingya. Tengah Tengah Malam itu, Ar Rahman seorang nelayan Langsa mendapatkan informasi dari radio komunikasi menyangkut kapal sarat penumpang yang hampir tenggelam di perairan Aceh Utara. Sesudah Itu Ar-Rahman memimpin rekan-rekan nelayan lain menuju ruangan utk menunjang mereka.
Tiba di koordinat yang dituju, nelayan Aceh menonton ratusan cowok, perempuan, anak-anak, dan lanjut usia beradu sesak dalam kumuhnya perahu yang kelebihan muatan tersebut. Seketika para pria serentak melompat ke laut dan berenang menghampiri nelayan sambil berteriak histeris mengucapkan takbir, Alahu Akbar!
nelayan Langsa serta-merta bergegas bahu-membahu menyelamatkan perempuan, anak-anak, dan lanjut usi terlebih lalu baru setelah itu mengangkat sekian banyak ratus laki laki Rohingya ke atas kapal. Proses evakuasi para pengungsi di tengah laut ke pelabuhan Kuala Langsa dilakukan bersama memakai lebih dari enam kapal penangkap ikan.
Total sejumlah 421 jiwa pengungsi Rohingya di Langsa waktu ini sudah berada dalam kondisi yang jauh tambah baik. Mereka yakni sebagian dari total lebih kurang 1.900 yang diselamatkan oleh beberada desa di Aceh. Sambutan dan keikhlasan gemilang yang di pamerkan oleh masyarakat Aceh yakni bukti bahwa kemanusiaan diterapkan oleh segenap muslim Indonesia. Rohingya yang datang ke Indonesia yakni lumbung pahala dan keberkahan yang tiada batas.(CAL)
0 Komentar