Masa Depan Suram Etnis Rohingya

19.59

Rohingya 
Aceh, salah satu komunitas masyarakat negeri ini yang menerima mereka dengan tangan terbuka pun dengan ikhlas hati menerima ribuan pengungsi Rohingya. Pemerintah dan beragam komunitas nasional dan internasional pun bergegas cepat menyiapkan beragam kebutuhan primer Etnis Rohingya yang ditempatkan di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Aceh Timur.

Usai gelombang pengungsi Rohingya merapat di dermaga nelayan Aceh, pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri pun kemudian memberikan harapan jangka pendek bahwa tempat penampungan sementara bagi seribuan lebih pengungsi Rohingya akan didirikan segera. Setidaknya hingga satu tahun ke depan.
Lantas, menjelang satu tahun ke depan, kemana selanjutnya nasib Etnis Muslim Rohingya akan berlabuh?
Berbondong-bondong puluhan ribu “manusia perahu” secara sporadis keluar dan menjauh dari Rakhine, tanah tempatnya selama sekian puluh tahun menyesap nikmat Tuhan sebagai umat manusia yang bernyawa. Walau di Rakhine, sejak 1970 Pemerintah Myanmar secara tegas menggariskan batas beda perlakuan antara Etnis Rohingya dan Penduduk Asli Myanmar lainnya. Rohinya pun terkucil, hidup miskin, tak berpendidikan, tak mendapat akses pekerjaan yang layak. Berpuluh tahun bertahan dalam kesunyian, keterkucilan, tak mampu berontak, tak bisa melawan.
Hingga akhirnya migrasi ilegal pun terpaksa mereka lakukan, melintas Samudera Hindia. Menyasar pada “pelabuhan-pelabuhan” di sepanjang semenanjung Malaysia. Merekapun mendarat di pelabuhan Aceh, Pelabuhan Thailand dan beberapa titik di Malaysia selama beberapa dekade terakhir.
Kementrian Luar Negeri pun melalui pernyataan Direktur Keamanan Internasional Kemenlu, Andy Rachmianto seperti yang dikutip dari Portal BBC Indonesia menyatakan jawaban yang menggantung terkait masa depan pengungsi Rohingya.
Nasib hidup ribuan etnis Rohingya yang mencari secuil kemanusiaan di Aceh maupun Kuala Lumpur memang setidaknya lebih baik dibanding terhempas oleh ancaman nyata penindasan dan marjinalisasi besar-besaran oleh pemerintah Myanmar. Namun meskipun kini mereka tinggal jauh di Rakhine, kemiskinan dan ancaman pengusiran dari komunitas masyarakat Asia tetap menghantui masa depan mereka, setidaknya bagi anak-anak muda dan kaum perempuan etnis Rohingya.
Status pengungsi abadi dan tak memiliki kewarganegaraan jelas mengancam tiap jengkal petak yang mereka lintasi di belahan bumi manapun di dunia ini. Komunitas Rohingya kini justru makin terombang-ambing. Tanpa harapan, tanpa seberkas pun surat pengakuan warga negara.
Di Malaysia contohnya, walau telah mendapat tempat tinggal atau penampungan sementara, status mereka sebagai pengungsi dan warga yang tak terdaftar memaksa mereka menerima kenyataan pahit tak bisa menyekolahkan anak-anak mereka ke pendidikan dasar di Negeri Jiran. Para laki-laki Rohingya pun terlempar jauh dari kawasan lowongan pekerjaan yang lebih layak. Mereka hanya menafkahi urusan perutnya dengan pekerjaan sebagai buruh kasar, tanpa penghasilan layak, tanpa jaminan apapun!
Sepertinya nasib tak jelas, tak berdokumen, tak diakui sebagai manusia yang layak dimanusiakan yang sudah dipikul oleh pengungsi Rohingya selama puluhan tahun di Provinsi Rakhine masih akan tetap berlangsung hingga esok, lusa, atau kapanpun di masa depan. Bahkan hingga hari ini, pemerintah Indonesia dan Malaysia pun hanya bisa “memberikan penampungan sementara” bagi mereka. Entah bagaimana masa depan, dan kepada siapa pengungsi Rohingya harus bernaung?
Pertanyaannya kemudian, sasa kemanusiaan komunitas mana di belahan bumi ini yang akan terusik lebih dulu untuk memberikan jaminan masa depan yang lebih baik bagi komunitas etnis Rohingnya? (ijal)
Sumber
Previous
Next Post »
0 Komentar