Tragedi Letusan Gunung Salak 4 Abad Silam

00.34
Gunung-Salak

Kalau kamu yaitu warga Ibukota Jakarta ataupun sebagian wilayah penyangga Ibukota, tengoklah barang sejenak corak gunung di arah selatan Jakarta, jika cuaca cerah, kamu bakal pribadi bisa melihat rupa bukit yang gagah persis di arah barat daya Kota Bogor. Yaitu lembah Salak atau yang memiliki asal sebutan dari Bahasa Sanskerta, �Salaka� yang berarti perak.

Secara geologis, lembah Salak yakni gunung api purba yang terdiri dari lebih dari satu puncak. Puncak tertinggi gunung Salak ataupun yang acapkali dibilang selaku Puncak Salak I memiliki ketinggian puncak 2.211 di atas permukaan laut. Aktivitas vulkanik di bukit Salak termasuk dalam kategori Stratovolcano tipe A.

Kini, tercatat ada salah satu kawah hidup di puncak bukit Salak, ialah kawah terbesar yang diberi gelar Kawah Ratu, lalu Kawah Cikaluwung anak perempuan serta Kawah Hirup yang menjelma bagian jua dari sistem vulkanis Kawah Ratu.

Lembah Salak ialah satubuah permukiman lembah api yang berada dalam wilayah administratif Kabupaten Sukabumi serta Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kini, lembah Salak berada dalam satu pengelolaan oleh Taman Nasional gunung Halimun-Salak.

Marak yang tak menyangka, gunung Salak sebagai lebih dari satu lembah api yang berlokasi terdekat dengan tengah Kota Jakarta (selain lembah Krakatau) adalah sebentuk lembah api yang berabad silam pernah memuntahkan isi perutnya & menyapu habis Jakarta Tua kala itu dengan guguran lahar dingin, sirkulasi piroklastik, & bencana gempa bumi vulkanis.

Suatu malam di awal tahun 1699, tanggal memperlihatkan 4 atau 5 bulan Januari. Kota Bogor, Kota Sukabumi, & Kota Jakarta dikejutkan oleh suara keras yang berasal dari Puncak lembah Salak. Gelegar suara letusan lembah Salak diiringi oleh guncangan gempa bumi yang keras, yang terasa hingga ke Teluk Jakarta. Letusan yang baru pertama kali tercatat atas sejarah modern terbilang seketika menutupi atmosefer Kota Bogor serta pinggiran Jakarta. Mengalirkan peredaran lahar & material vulkanik seolah-olah batu-batuan melalui Sungai Cisadane & Ciliwung sampai ke Jakarta Tua (Batavia).

Letusan di akir abad 16 itu pun membawa kerusakan masif di bangunan-bangunan sepanjang Batavia yang kesatu kali memiliki pusat Kota di wilayah yang kini disebut sebagai Sunda Kelapa.

Tetapi catatan kolonial pada disaat itu tak menceritakan sama sekali terkait jumlah korban jiwa yang lenyap serta tewas oleh bencana letusan gunung Salak. Fakta ini memberikan bahwa Bogor Tua kala itu memang masih memiliki populasi penduduk yang amat sedikit, sehingga letusan bukit Salak dan gempa bumi tak mengganggu aktifitas kehidupan masyarakay Bogor & Jakarta.

Letusan gunung Salak berikutnya terjadi tak makin dari seabad setelah letusan kesatu, merupakan atas 1761 serta 1780. Namun dua letusan di abad ke 17 itu tak memiliki ukuran letusan yang besar seperti letusan mula-mula. Terakhr, lembah Salak meletupkan aktivitas vulkanisnya atas 1938 berbentuk erupsi freatik yang terjadi di kawah Cikuluwung putri.

Kini, lembah Salak masih menyandang status selaku bukit Api aktif. Selagi ratusan tahun semenjak letusan hebat tahun 1699 bukit Salak masih tertidur. Penelitian terkait kesibukan vulkanis lembah Salak memang menunjukkan status belum ada ancaman berarti dari bukit Salak. Melainkan kendatipun karenanya, gunung Salak yang terbentuk akibat subduksi lempeng Eurasia & lempeng Indo Australia sewaktu jutaan tahun tetap doang menyimpan bahaya letusan. Semoga saja tak terjadi lagi letusan dahsyat seakan tahun 1699, populasi penduduk sekitar bukit Salak yang sangat masif yakni Bogor, Jakarta, dan Sukabumi merupakan akibat mematikan. (ijl)
Sumber
Previous
Next Post »
0 Komentar