Memasuki pertengahan tahun, sebagian besar wilayah Indonesia memasuki koridor perubahan musim dari iklim hujan menuju iklim suhu panas, dan kemarau. Menurut data dari BMKG, sebagian besar wilayah nusantara akan merata gejala kemarau menjelang awal Juni.
Musim kemarau, selain membawa bencana kekeringan yang berkepanjangan, gagal panen, dan penyakit akibat suhu panas yang tak menentu juga membawa peluang bencana kebakaran hutan. Beberapa wilayah rawan bencana kebakaran hutan di Sumatera dan sebagian besar wilayah Kalimantan harus bersiap mempersiapkan potensi kebakaran hutan.
Kebakaran hutan di beragam titik rawan di Sumatera dan Kalimantan akan berakibat buruk terhadap kualitas udara di kota-kota sekitar kawasan terdampak kebakaran. Bencana asap pekat yang sangat menganggu kesehatan masyarakat akan membawa ancaman penyakit pada saluran pernafasan.
Sumber Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyebutkan penyebab utama bencana kebakarana hutan yang banyak terjadi di Sumatera dan Kalimantan adalah akibat sambaran petir pada musim kemarau panjang, sumber api karena kecerobohan manusia (seperti puntung rokok dan api perkemahan), aktivitas vulkanik gunung api, hingga yang paling tak bisa dimaafkan adalah sengaja mengambil jalan singkat untuk membakar hutan dalam rangka membuka lahan pertanian baru.
Bencana kebakaran hutan pada dasarnya memang tak menjadi perbincangan hangat seputar isu kebencanaan nasional. Namun, potensi kebakaran hutan yang meningkat drastis pasca memasuki musim kemarau di pertengahan tahun ini setidaknya akan mengancam kesulitan, dan kesehatan sebagian masyarakat kawasan hutan di Sumatera dan Kalimantan. Terhambatnya arus transportasi akibat polusi udara yang menutup langit, hingga menyebabkan meningkatnya angka kematian akibat potensi penderita penyakit Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) dan kanker paru-paru.
Mengantisipasi bencana kebakaran hutan menjelang musim kemarau, daerah Kabupaten dan Kota Riau, sebagai salah satu titik yang memiliki potensi kebakaran tinggi sudah memberikan status siaga darurat. Status Siaga Kebakaran Hutan Riau sejatinya sudah habis masanya pada Maret lalu, sejak bencana kebakaran hebat melanda dan menyebabkan polusi udara pekat di Riau pada awal tahun 2015 silam.
Perpanjangan status Siaga di Riau diperintahkan langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya seperti yang dikutip dari portal antaranews. Siti Nurbaya memerintahkan langsung Pemprov Riau untuk berlaku tegas dan sigap memperpanjang status siaga darurat kebakaran hutan yang diprediksi lebih hebat mengingat potensi suhu panas dan minim curah hujan menjelang pertengahan tahun.
Suhu udara panas dan minim curah hujan akan meningkatkan kuantitas titik panas di lahan kering dan hutan gambut. Berdasar pada data terbaru BMKG yang dirilis pada Maret 2015, titik panas di Pulau Sumatera rata-rata berjumlah 50 titik. Terbanyak berada di area hutan Riau. (ijal)
Sumber
0 Komentar