Nyatanya memang sepanjang garis pantai barat Sumatera Barat merupakan lokasi masif berkumpulnya energi hebat akibat tumbukan lempeng yang mengakibatkan beberapa patahan aktif, antara lain patahan Mentawai.
Para ahli bencana gempa bumi meyakinkan bahwa Sumatera bagian barat memiliki banyak titik Seismic Gap yaitu lokasi dalam aktivitas seismik aktif namun sunyi tanpa aktivitas gempa hingga ratusan tahun. Lokasi titik seismic gapini nyatanya justru paling mengancam, karena sedang mengumpulkan energi hasil tumbukan lempeng selama ratusan tahun, dapat terlepas kapanpun. Sesuai dengan siklus yang sudah disepakati di Pantai Barat Sumatera, yaitu 200 tahun sekali.
Tiga Puluh September 2009, Sumatera Barat bergetar hebat. Guncangan sebesar 7.6 skala richter tercatat dalam seismograf di wilayah barat Sumatera. Bencana gempa bumi membawa malapetaka seketika. Kerusakan parah menghampar di beberapa wilayah Sumatera Barat. Sepanjang Kota Padang, Kabupatan Padang Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Pariaman, Kota Bukittinggi, Kota Padangpanjang, Kabupaten Agam, Kota Solok, dan Kabupaten Pasaman Barat terdampak paling parah gempa yang terjadi menjelang waktu senja ini.
Tercatat seribu seratus tujuh belas jiwa melayang akibat gempa Sumatera Barat 2009 silam, mayoritas tewas akibat buruknya kualitas bangunan tahan gempa di wilayah Sumatera Barat. Satkorlak Penanggulangan Bencana kala itu merilis data 135.448 rumah rusak berat, 65.380 rumah rusak sedang, dan 78.604 rumah rusak ringan.
Sisi barat Sumatera Barat, tersaji fenomena alamiah aktivitas seismik yang berlangsung sangat aktif. Beragam segmen patahan antara lain megathrust Sunda dan megathrust Mentawai menunjam ribuan kilometer menyusuri pantai barat Sumatera, terjadi akibat tabrakan antara lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia yang terus bergerak tiap tahunnya.
Terakhir, lokasi seismic gap yang bergejolak dan menimbulkan gempa dahsyat di Sumatera bagian barat terjadi pada 25 November 1883. Kala itu, episentrum gempa di lepas pantai barat Andalas pecah dan meretakkan Palung Sumatera sepanjang 1000 km, menghasilkan bencana gempa bumi masif berkekuatan 8,8 hingga 9,2 skala richter.
Para ahli bencana meyakini bahwa zona Subduksi Mentawai di lepas pantai Sumatera Barat memiliki perulangan siklus 200 tahunan. Titik megathrust tumbukan lempeng Eurasia dan Indo-Australia terbentang dari Andaman, Aceh, Nias, Selat Sunda, Jawa, Bali, dan Lombok.
Sejauh ini, titik megathrust di Aceh sudah melepaskan energi besarnya yang menyebabkan bencana tsunami dahsyat di Aceh 2004 silam, Nias dan Bengkulu pun sudah melepaskan energinya. Tinggal menunggu segmen Mentawai yang masih diam menyimpan tingkat energi dahsyat.
Senada dengan kenyataan tersebut, seperti yang dikutip penulis dari portal Liputan6.com, Presiden Geohazard (sebuah lembaga non profit di Amerika yang bergerak dalam bidang pengurangan risiko bencana) Brian Tucker, mengatakan bahwa bukti yang paling kuat untuk prediksi gempa bumi selanjutnya setelah gempa Nepal adalah mengarah ke lepas pantai Sumatera. Energi yang tersimpan di patahan Sumatera bagian barat masih banyak yang berlum terlepas. Pelepasan energinya setara dengan 8,8 hingga 8,9 skala richter. (ijal)
Sumber
0 Komentar