Patut dicatat, bahwa letusan Merapi 2010 pun menjadi letusan Merapi terbesar dibanding letusan dahsyat tahun 1872. Salah satu indikatornya adalah jumlah volumen letusan yang terlontar ke atmosfer. Pada 1872 letusan yang menyembul ke udara sejumlah 100 juta meter kubik. Sedangkan pada 2010 silam, letusan diperkirakan menembus 150 juta meter kubik dari keseluruhan total proses erupsi.
Masih belum hilang dari ingatan, bulan sepuluh, tahun dua ribu sepuluh silam. Bencana besar menyeruak di sela-sela ketenangan warga Kota Yogyakarta, khususnya bagi sebagian besar yang tinggal di sekitar lereng gunung Merapi, salah satu gunung paling aktif di dunia.
Kala itu, bencana erupsi Gunung Merapi menyembulkan cerita horor dan ketakutan yang menjelang hingga satu bulan lebih. Tanda-tanda Merapi menunjukkan peningkatan aktivitasnya dimulai sejak akhir Oktober 2010. Erupsi berlanjut hingga memasuki bulan November. Erupsi terbesar terjadi di ujung bulan Oktober, ditandai dengan meluncurnya jutaan kubik Aliran Piroklastik ke puluhan Dusun yang terletak persis di bawah lereng Merapi. Antaran Sleman, Klaten, Boyolali, dan Magelang.
Berdasarkan catatan yang dihimpun, bencana erupsi Merapi 2010 bermula sejak 25 Oktober. Saat itu, erupsi pertama memunculkan lava di bagian selatan dan tenggara Merapi. Hari berikutnya pada 26 Oktober, kekacauan pertama akibat erupsi mulai terjadi. Awan panas menyembul keluar dari Merapi setinggi 1.5 kilometer ke atmosfer, membentuk awan jamur yang mematikan.
Tanggal 27 Oktober, aliran Piroklastik kembali menyembul dan mengalir deras melibas habis Dusun Cangkringan yang berada di arah tenggara Merapi. 25 orang tercatat tewas terpanggang oleh aliran Piroklastik ini, termasuk Almarhum Mbah Marijan. Seorang juru kunci Merapi yang enggan untuk turun lereng dan tak mau menghindar dari gelombang Aliran Piroklastik yang mematikan.
Berturut-turut sejak 26 Oktober hingga 8 November proses gejolak bencana erupsi Merapi berlangsung dalam berbagai fase dan besaran muntahannya. Berdasar pada lansiran data dari media beragam media nasional pada 8 November 2010, tercatat 277 jiwa tewas, 218 orang terluka, dan 198.500 jiwa mengungsi menjauh dari erupsi Merapi.
Walaupun 2010 lalu Merapi usai mengeluarkan erupsi besarnya, namun Merapi sudah kadung memegang sebutan sebagai gunug berapi paling aktif di dunia. Risiko perulangan bencana erupsi merapi pun tak bisa diabaikan. Apalagi sekeliling Merapi merupakan wilayah padat penduduk. Mulai dari Sleman, Magelang, Klaten, hingga Boyolali.
Kini, Merapi memang sedang dalam berada dalam ketenangan. Namun bukan berarti kewaspadaan akan erupsi harus diabaikan. Mengingat ucapan Almarhum Mbah Marijan kala itu sebelum tewas tersapu wedhus gembel, seperti yang dikutip dari laman Liputan6, ia mengatakan bahwa Merapi adalah makhluk gaib yang bernafas, berpikir, dan berperasaan. Jangan mengucapkan kata-kata yang menyakiti hatinya.
Dibalik segala hal mistis yang menyelimuti Merapi, memaknai tingkah polah dan kekuatan alam setidaknya memang harus dengan sikap arif dan bijaksana. Buang semua keangkuhan dan kesombongan ketika menapaki puncak Merapi.
Kenyataannya, kawah Merapi masih tetaplah mematikan. Terbukti ketika keangkuhan dan kesombongan yang dibarengi dengan ketidakhati-hatian menyebabkan satu nyawa melayang di Kawah Merapi beberapa waktu lalu. Eri, seorang Mahasiswa Universitas Atmajaya, Yogyakarta terpeleset dan terjatuh ke Kawah Merapi. Eri tewas seketika akibat panas dan beracunnya udara yang menyembul di dalam kawah Merapi. (ijal)
Sumber
0 Komentar