Secara
garis besar, Papua sebagai wilayah paling timur Indonesia ini memiliki 4
potensi bencana alam yang dapat melanda sewaktu-waktu, yaitu tanah
longsor, banjir, gempa bumi, dan tsunami.
Selama ini, hingar bingar isu dan diskusi kebancanaan yang berlangsung di masyarakat nampaknya hanya seputar kejadian yang berlangsung di wilayah Indonesia bagian Barat, kebancanaan di Jawa dan Sumatera mungkin menjadi yang paling banyak dibincangkan. Isu media pun amat sering mengungkit beragam potensi bencana yang menjajar di sepanjang wilayah Sumatera bagian Barat maupun sebagian besar wilayah Pulau Jawa.
Pertanyaannya kemudian, tak adakah potensi bencana yang mengintai di wilayah Indonesia bagian Timur? Bukankah garis patahan lempeng Eurasia dan Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik itu menjajar hingga ujung Indonesia Timur?
Berangkat dari pertanyaan tersebut, kali ini penulis ingin sedikit membincangankan rangkaian potensi yang berwujud pada risiko kebencanaan di Wilayah Tanah Papua, yang terdiri dari Provinsi Irian Barat dan Provinsi Papua.
Berdasar pada Laporan Akhir analisis Kementerian Lingkungan Hidup yang dirilis pada 2007 silam, Provinsi Papua memiliki potensi tanah longsor sebanyak 21.18 % dari total 31.710.148 Hektare lahan yang berada dalam garis batas Papua. Lalu Provinsi Irian Jaya Barat memiliki potensi 22.05% dari total 9.651.955 Hektare lahan. Bencana tanah longsor di tanah Papua utamanya mengancam wilayah di bagian tengah yang umumnya berada dalam topografi pegunungan dan perbukitan dengan lereng terjal.
Berlanjut pada potensi bencana banjir di Papua, kondisi Daerah Aliran Sungai di provinsi Irian Jaya Barat menempati persentase tertingi untuk wilayah risiko banjir, data Kementerian Lingkungan Hidup menunjukkan 75 % dari 9,6 juta hektare Provinsi Irian Jaya Barat berada dalam potensi rawan bencana banjir. Terutama untuk wilayah yang berada di daerah dataran rendah.
Sedangkan untuk potensi gempa bumi, wilayah tanah Papua memiliki potensi yang besar untuk klasifikasi gempa tektonik. Beragam patahan aktif di dasar laut melintasi tanah Papua akibat pertemuan dua lempeng besar: lempeng Pasifik dan lempeng Indo-Australia. Patahan yang terdapat pada lokasi ini setidaknya terdiri dari patahan berupa trench (New Guinea Trench, Manokwari – South New Guinea trench) dan Transform Fault (Sorong Fault).
Tanah Papua, kenyataannya memang dilintasi oleh tiga jalur besar gempa bumi, Zona konvergensi lempeng Pasifik dan Pulau Papua New Guinea yang kompleks, jalur Sesar Sorong, dan Jalur Sesar Aiduna- Tarairua. Celakanya, gerak lempeng Pasifik yang berada di timur laut Papua ini memiliki pergerakan sangat cepat 120 mm/tahun. Artinya potensi kegempaan di Papua sejatinya memiliki kemungkinan lebih besar dua kali lipat dari patahan di Pulau Jawa dan Sumatera yang rata-rata hanya memiliki kecepatan 50-70 mm/tahun.
Catatan bencana gempa bumi di Papua menunjukkan buktinya. Sekian tahun silam,gempa dan tsunami di Biak (8.3 skala richter) membunuh ribuan korban jiwa. Lalu ada pula catatan bencana gempabumi di tanah Nabire 2004 lalu yang tercacat oleh seismograf sebesar 7.1 hingga 7.6 skala richter. Simpulannya, provinsi Papua dan atau Provinsi Irian Jaya memiliki Potensi risiko bencana gempa bumi yang lebih tinggi dibanding dengan provinsi lainnya (kategori sangat tinggi). Terutama untuk wilayah di bagian utara di Kabupaten Sarmi (Prov. Irian Jaya Barat), maupun di Kabupaten Manokwari, Sorong, Teluk Bintuni, Nabire, dan Kaimana (Provinsi Papua). (ijal)
Sumber
Selama ini, hingar bingar isu dan diskusi kebancanaan yang berlangsung di masyarakat nampaknya hanya seputar kejadian yang berlangsung di wilayah Indonesia bagian Barat, kebancanaan di Jawa dan Sumatera mungkin menjadi yang paling banyak dibincangkan. Isu media pun amat sering mengungkit beragam potensi bencana yang menjajar di sepanjang wilayah Sumatera bagian Barat maupun sebagian besar wilayah Pulau Jawa.
Pertanyaannya kemudian, tak adakah potensi bencana yang mengintai di wilayah Indonesia bagian Timur? Bukankah garis patahan lempeng Eurasia dan Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik itu menjajar hingga ujung Indonesia Timur?
Berangkat dari pertanyaan tersebut, kali ini penulis ingin sedikit membincangankan rangkaian potensi yang berwujud pada risiko kebencanaan di Wilayah Tanah Papua, yang terdiri dari Provinsi Irian Barat dan Provinsi Papua.
Berdasar pada Laporan Akhir analisis Kementerian Lingkungan Hidup yang dirilis pada 2007 silam, Provinsi Papua memiliki potensi tanah longsor sebanyak 21.18 % dari total 31.710.148 Hektare lahan yang berada dalam garis batas Papua. Lalu Provinsi Irian Jaya Barat memiliki potensi 22.05% dari total 9.651.955 Hektare lahan. Bencana tanah longsor di tanah Papua utamanya mengancam wilayah di bagian tengah yang umumnya berada dalam topografi pegunungan dan perbukitan dengan lereng terjal.
Berlanjut pada potensi bencana banjir di Papua, kondisi Daerah Aliran Sungai di provinsi Irian Jaya Barat menempati persentase tertingi untuk wilayah risiko banjir, data Kementerian Lingkungan Hidup menunjukkan 75 % dari 9,6 juta hektare Provinsi Irian Jaya Barat berada dalam potensi rawan bencana banjir. Terutama untuk wilayah yang berada di daerah dataran rendah.
Sedangkan untuk potensi gempa bumi, wilayah tanah Papua memiliki potensi yang besar untuk klasifikasi gempa tektonik. Beragam patahan aktif di dasar laut melintasi tanah Papua akibat pertemuan dua lempeng besar: lempeng Pasifik dan lempeng Indo-Australia. Patahan yang terdapat pada lokasi ini setidaknya terdiri dari patahan berupa trench (New Guinea Trench, Manokwari – South New Guinea trench) dan Transform Fault (Sorong Fault).
Tanah Papua, kenyataannya memang dilintasi oleh tiga jalur besar gempa bumi, Zona konvergensi lempeng Pasifik dan Pulau Papua New Guinea yang kompleks, jalur Sesar Sorong, dan Jalur Sesar Aiduna- Tarairua. Celakanya, gerak lempeng Pasifik yang berada di timur laut Papua ini memiliki pergerakan sangat cepat 120 mm/tahun. Artinya potensi kegempaan di Papua sejatinya memiliki kemungkinan lebih besar dua kali lipat dari patahan di Pulau Jawa dan Sumatera yang rata-rata hanya memiliki kecepatan 50-70 mm/tahun.
Catatan bencana gempa bumi di Papua menunjukkan buktinya. Sekian tahun silam,gempa dan tsunami di Biak (8.3 skala richter) membunuh ribuan korban jiwa. Lalu ada pula catatan bencana gempabumi di tanah Nabire 2004 lalu yang tercacat oleh seismograf sebesar 7.1 hingga 7.6 skala richter. Simpulannya, provinsi Papua dan atau Provinsi Irian Jaya memiliki Potensi risiko bencana gempa bumi yang lebih tinggi dibanding dengan provinsi lainnya (kategori sangat tinggi). Terutama untuk wilayah di bagian utara di Kabupaten Sarmi (Prov. Irian Jaya Barat), maupun di Kabupaten Manokwari, Sorong, Teluk Bintuni, Nabire, dan Kaimana (Provinsi Papua). (ijal)
Sumber
0 Komentar