Energi fosil semacam minyak bumi & batu bara sudah semenjak lama membuat tersangka utama perusak kondisi bumi. Akibatnya karena itu masif, kerusakan lingkungan & risiko pemanasan global telah memicu ragam fenomena bencana cuaca di semuanya belahan bumi. Maka adakah solusi buat merampingkan malahan membinasakan ketergantungan insan terhadap bahan bakar tenaga fosil?
Pertanyaan tersebut telah lama mampu dijawab dan dijaminkan oleh perpaduan zona maju belahan dunia barat dan timur. Mereka berlomba-lomba menjadikan sumber energi ramah lingkungan dari sumber panas bumi, sinar matahari, maupun sumber energi dahsyat yang masih menyisakan kontroversi, adalah tenaga nuklir. Diantara imbaspenggunakan energi terbarukan ini merupakan pada Pembangkit Listrik. Jepang, united states, dan Jerman merupakan negara terdepan dalem kontribusinya mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir.
Pada 2008 silam hingga tahun-tahun terakhir ini, terlontar ambisi melalui Kementerian Riset & Teknologi bakal membangun 4 buah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir, diantara di wilayah Jepara Jawa Tengah, serta di Bangka Provinsi Bangka Belitung masing-masing berkapasitas maksimal 1.000 Megawatt dengan nilai investasi menggapai 25-50 triliun rupiah.
Di negara kita sendiri, tercatat sejak 1954 sampai dikala ini pengembangan teknologi ilmu pengetahuan dalem bidang nuklir sudah berkembang cukup pesat. Pemanfaatan nuklir sebagai dukungan non energi sudah berlimpah diterapkan dibanyak bidang. Satu yang masih menjelma ambisi Indonesia adalah mengenai nuklir dalam urusan energi merupakan selaku pembangkit listrik.
Progam pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir selaku pengganti penggunaan bahan bakar fosil ini dipimpin pribadi oleh Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN). Survei di akhir 2010 yang dilakukan oleh BATAN menawarkan bahwa 60 persen warga membenarkan impian Indonesia buat mengembangkan potensi nuklir sebagai pembangkit tenaga listrik.
Namun, bencana tsunami Jepang 2011 silam yang sempat membentuk heboh dunia gara-gara kebocoran reaktor nuklir Fukushima kembali melemahkan peluang Indonesia memiliki PLTN. Seakan yang diketahui, tragedi Fukushima terjadi gara-gara terjadi kesalahan penanganan terhadap baterai pendingin reaktor setelah PLTN Fukushima diterjang tsunami. Reaktor nuklir lantas berada dalam kondisi panas luar biasa sebab tak adanya betarai cadangan bagi pendingin, akibatnya dicemaskan terjadi kebocoran radioaktif di sekitar Fukushima.
Asumsinya negara luar biasa modern sekelas Jepang saja bisa kecolongan dampak kesalahan parah penanganan tenaga nuklir. Hal inilah yang kemudian kembali melemahkan dukungan masyarakat terhadap PLTN di Jepara dan Bangka.
Bencana kekacauan teknologi akibat ledakan nuklir semacam yang pernah terjadi di Kota Chernobyl, Ukraina memang nyatanya tak sempat kejadian di Fukushima. Melainkan salah satu peneliti sempat membuktikan bahwa radioaktif sempat bocor dalem jumlah kecil melainkan tetap menimbulkan dampak radioaktif yang mematikan bagi penduduk sekitar Fukushima. Sampai pada saat ini, 4 tahun sejak bencana kebocoran, PLTN Fukushima belom siap bakal dioperasikan.
Lantas, kemanakah bakalan berakhir dilema pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di negara kita? Semua bakal terjawab bahwa masyarakat bisa dan ingin untuk meraih risiko. Nuklir yaitu jawaban bagi energi terbarukan. Energi fosil minyak bumi dan batu bara sudah tak mungkin lagi digunakan menurut terus menerus.
Tinggal memilih mana risiko terburuk, efek bencana pemanasan global yang jelas-jelas sudah terjadi akibat polusi bahan bakar fosil yang tak terkendali, atau dampak bencana kegagalan teknologi dampak kesalahan penanganan atas reaktor nuklir yang mungkin doang bisa dihindari? (ijal)
Sumber
0 Komentar