Etnis
Rohingya, atau yang kerap diujar �manusia Kapal�
merupakan segelintir kaum papa tak berdaya, terusir dari negara area
Rakhine, Myanmar. Penindasan, pengasingan, & emosi yang terus
tersulut dari masyarakat Myanmar kepada Mereka selagi puluhan tahun
telah memaksa gelombang etnis Rohingya melarikan diri dari kenyataan.
Mereka menyabung nyawa melintasi ganasnya Samudera Hindia, dengan kapal-kapal yang diisi jauh melebihi kapasitasnya, berbulan-bulan dalem kelaparan & ketakberdayaan di tengah laut. Sampai akhirnya, seribu makin �manusia kapal� gelombang kesekian dari etnis Rohingya terdampar di perairan laut Kota Langsa, Aceh. Seketika menyambut uluran lengan dari jutaan pasang mata warga indonesia. Hingga detik ini, pengungsi Rohingya di Aceh masih menjelma perhatian utama komunitas lokal maupun lembaga kemanusiaan nasional.
Namun apakah cuma itu kisah pilu gelombang pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari Rakhine? Nyatanya, tak cuma jalur laut melintas Samudera yang dipilih oleh ribuan etnis Rohingya. Sampai-sampai-sampai-sampai semenjak diantara dekade silam, kisah pelarian diri pengungsi Rohingya sudah pernah Menjadi area dari krisis pengungsian di ASEAN. Kini mereka tersebar tak cuma di negri kita, tapi pula di Thailand selatan & Kuala Lumpur.
Selain melalui jalur laut, ribuan orang Rohingya pun menyusuri rute usang jalur penyelundupan insan melalui Thailand menuju Malaysia. Tak terperinci sudah berapa ribu jiwa orang Rohingya yang disiksa oleh penjahat penyelundupan manusia dan tewas di jalur ilegal ini.
Berawal dari jalur laut melintasi Teluk Benggala di Laut Andaman serta lantas Transit di Thailand Selatan. Ribuan etnis Rohingya yang melalui jalur ini pun maka dikawal khusus oleh kelompok penyelundup insan menuju ke Kuala Lumpur. Niscaya dengan ragam penyiksaan, tewas gara-gara penyakit hutan, pembunuhan, terlebih pemerkosaan bagi gadis-gadis Rohingya di bawah umur.
Di Kuala Lumpur, dapat dengan mudah ditemukan bermacam etnis Rohingya yang tersebar menjelma pekerja kasar di bawah lindungan Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa bidang Pengungsi (United Nations High Comissioner for Refugees-UNHCR). Di bawah UNHCR mereka berstatus selaku pengungsi yang dilindungi serta mendapat kartu pengungsi UNHCR. Kartu itu selaku motif kekebalan terhadap penangkapan, akses ke pola pendidikan yang didukung UNHCR, serta memungkinkan ribuan pengungsi Rohingya di Kuala Lumpur menikmati fasilitas rumah sakit pemerintah & klinik dengan pembayaran setengah dari biaya.
Namun, di Malaysia ribuan pengungsi Rohingya tetap doang nyala dalem situasi mengkhawatirkan. Mereka mengais secuil rezeki dari karier kotor alias berbahaya, aktif ternoda tanpa sanitasi yang tepat & bersih. Anak-anak Rohingya pun masih doang membayangkan era depan yang suram, sebab mereka tak bisa mendapatkan kewarganegaraan Malaysia, tak bisa mengakses pendidikan formal melalui sekolah pemerintah. Bagi para laki-laki dewasa Rohingya, jangan berharap bisa mendapatkan perkerjaan yang pantas & bayaran yang layak.
Namun walaupun di Malaysia mereka nyala dalem situasi yang masih kagak manusiawi, sampai-sampai-sampai dengan ancaman penangkapan, penghinaan, serta eksploitasi. Bagi mereka situasi Malaysia tetap lebih benar menurut siginifikan dari pada penghinaan serta pengucilan di Rakhine, habitat mereka.
Menurut catatan UNHCR bagai yang dilansir oleh portal Tempo.Com, UNHCR memiliki makin dari 150.000 pengungsi yang menjelma tanggungan. Makin dari 90 persen dari mereka yakni pengungsi Rohingya dari Myanmar.
International Organization for Migration (IOM) lembaga kemanusiaan yang bergerak di bidang migrasi serta kemanusiaan pun mencatat ada lebih dari 88.000 orang telah berlayar dari Rakhine, Myanmar dan Bangladesh sejak 2014 maka. 25.000 jiwa diperkirakan telah tiba di darat. 3.000 orang diantaranya telah menggapai Malaysia, Thailand, serta Indonesia. Tapi diyakini ribuan makin jiwa mereka terdampar di lautan, tewas di laut, serta tewas dalem kamp penyelundupan insan sepanjang hutan-hutan garis batas Thailand-Malaysia. (CAL)
Sumber
Mereka menyabung nyawa melintasi ganasnya Samudera Hindia, dengan kapal-kapal yang diisi jauh melebihi kapasitasnya, berbulan-bulan dalem kelaparan & ketakberdayaan di tengah laut. Sampai akhirnya, seribu makin �manusia kapal� gelombang kesekian dari etnis Rohingya terdampar di perairan laut Kota Langsa, Aceh. Seketika menyambut uluran lengan dari jutaan pasang mata warga indonesia. Hingga detik ini, pengungsi Rohingya di Aceh masih menjelma perhatian utama komunitas lokal maupun lembaga kemanusiaan nasional.
Namun apakah cuma itu kisah pilu gelombang pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari Rakhine? Nyatanya, tak cuma jalur laut melintas Samudera yang dipilih oleh ribuan etnis Rohingya. Sampai-sampai-sampai-sampai semenjak diantara dekade silam, kisah pelarian diri pengungsi Rohingya sudah pernah Menjadi area dari krisis pengungsian di ASEAN. Kini mereka tersebar tak cuma di negri kita, tapi pula di Thailand selatan & Kuala Lumpur.
Selain melalui jalur laut, ribuan orang Rohingya pun menyusuri rute usang jalur penyelundupan insan melalui Thailand menuju Malaysia. Tak terperinci sudah berapa ribu jiwa orang Rohingya yang disiksa oleh penjahat penyelundupan manusia dan tewas di jalur ilegal ini.
Berawal dari jalur laut melintasi Teluk Benggala di Laut Andaman serta lantas Transit di Thailand Selatan. Ribuan etnis Rohingya yang melalui jalur ini pun maka dikawal khusus oleh kelompok penyelundup insan menuju ke Kuala Lumpur. Niscaya dengan ragam penyiksaan, tewas gara-gara penyakit hutan, pembunuhan, terlebih pemerkosaan bagi gadis-gadis Rohingya di bawah umur.
Di Kuala Lumpur, dapat dengan mudah ditemukan bermacam etnis Rohingya yang tersebar menjelma pekerja kasar di bawah lindungan Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa bidang Pengungsi (United Nations High Comissioner for Refugees-UNHCR). Di bawah UNHCR mereka berstatus selaku pengungsi yang dilindungi serta mendapat kartu pengungsi UNHCR. Kartu itu selaku motif kekebalan terhadap penangkapan, akses ke pola pendidikan yang didukung UNHCR, serta memungkinkan ribuan pengungsi Rohingya di Kuala Lumpur menikmati fasilitas rumah sakit pemerintah & klinik dengan pembayaran setengah dari biaya.
Namun, di Malaysia ribuan pengungsi Rohingya tetap doang nyala dalem situasi mengkhawatirkan. Mereka mengais secuil rezeki dari karier kotor alias berbahaya, aktif ternoda tanpa sanitasi yang tepat & bersih. Anak-anak Rohingya pun masih doang membayangkan era depan yang suram, sebab mereka tak bisa mendapatkan kewarganegaraan Malaysia, tak bisa mengakses pendidikan formal melalui sekolah pemerintah. Bagi para laki-laki dewasa Rohingya, jangan berharap bisa mendapatkan perkerjaan yang pantas & bayaran yang layak.
Namun walaupun di Malaysia mereka nyala dalem situasi yang masih kagak manusiawi, sampai-sampai-sampai dengan ancaman penangkapan, penghinaan, serta eksploitasi. Bagi mereka situasi Malaysia tetap lebih benar menurut siginifikan dari pada penghinaan serta pengucilan di Rakhine, habitat mereka.
Menurut catatan UNHCR bagai yang dilansir oleh portal Tempo.Com, UNHCR memiliki makin dari 150.000 pengungsi yang menjelma tanggungan. Makin dari 90 persen dari mereka yakni pengungsi Rohingya dari Myanmar.
International Organization for Migration (IOM) lembaga kemanusiaan yang bergerak di bidang migrasi serta kemanusiaan pun mencatat ada lebih dari 88.000 orang telah berlayar dari Rakhine, Myanmar dan Bangladesh sejak 2014 maka. 25.000 jiwa diperkirakan telah tiba di darat. 3.000 orang diantaranya telah menggapai Malaysia, Thailand, serta Indonesia. Tapi diyakini ribuan makin jiwa mereka terdampar di lautan, tewas di laut, serta tewas dalem kamp penyelundupan insan sepanjang hutan-hutan garis batas Thailand-Malaysia. (CAL)
Sumber
0 Komentar