Tengok Kisah Pilu Warga Gunung Kidul Hadapi Kekeringan
Thn ini, bencana kekeringan memang lah merata nyaris di seluruhnya Propinsi di Indonesia. kemarau panjang sudah sebabkan jutaan derita penduduk di pelosok-pelosok negara, tepian negara yg tidak terdengar & tidak terjamah lirikan mata Pemerintah Daerah. Dari sekian tidak sedikit kisah pilu mengenai derita menghadapi kekeringan, ada suatu kesimpulan narasi dari Bumi Ngayogyakarta Hadiningrat. Narasi heroik sekaligus miris mengenai penderitaan panjang penduduk Gunung Kidul, Yogyakarta dalam mengais tetesan air bersih utk menambahkan hidup
Yogyakarta, yang merupakan satu kota di pesisir pantai selatan, pun tidak luput dari rangkaian bencana krisis air akibat periode kemarau panjang. Apalagi apa yg dirasakan oleh masyarakat Gunung Kidul. Wilayah gersang batu kapur & batuan purba yg tidak sedikit mendominasi Gunung Kidul tatkala ini sudah menjadikan kota perbukitan di sebelah timur Kota Djogja ini yang merupakan salah satu wilayah darurat kekeringan & krisis air bersih.
Gelombang kemarau thn ini yg menyerang lebih ganas di bandingkan tahun-tahun diawal mulanya serta makin memperparah daya tahan penduduk Gunung Kidul kepada derita kekeringan. Sampai hri ini, masyarakat di sekian banyak dusun di Gunungkidul terpaksa mengandalkan air sungai buat kebutuhan minum & mandi.
Alasannya serta miris, Air sungai jadi andalan karena harga air bersih yg dipasarkan pihak swasta lewat tangki-tangki keliling terlampau mahal. Terkecuali itu, tak seluruhnya wilayah dusun di Gunungkidul yg dilewati oleh jaringan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Dilansir oleh page CNN Indonesia, satu wilayah yg jadi area pass parah terdampak bencana kekeringan ada di Dusun Bulurejo, Desa Monggol, Kecamatan Saptosari. Dari 257 kepala keluarga, cuma 25 % yg mempunyai meteran air PDAM.
Keadaan hidup di bawah garis kemiskinan jadi argumen mutlak yg memaksa penduduk buat menerima kenyataan bahwa masyarakat tak dapat utk membayar instalasi PDAM.
Selagi krisis air terjadi, sebanyak masyarakat yg tidak sanggup membayar akses PDAM cuma ‘meminta’ air terhadap masyarakat lain yg membeli meteran PDAM. Terkecuali itu, sekian banyak masyarakat serta ada yg pilih buat membeli air bersih dari truk swasta yg berkeliling kampung jual air bersih. Harganya? Janganlah kaget kalau harga air yg dipasarkan melalui truk justru lebih mahal dua kali lipat dari harga air PDAM. Yaitu kira kira Rupiah 125 ribu pertangki dgn kapasitas 5 liter air.
Mirisnya, bagi penduduk dusun yg mayoritas petani gaplek (singkong) anggaran tersebut teramat mahal, alhasil saat tidak ada hasil dari pertanian, mereka dapat jual ternak buat mencari anggaran beli air bersih selagi kemarau.
Bahkan pilihan terakhir yg cuma-cuma tetapi perlu tenaga yg lebih ekstra yakni dgn berlangsung sejauh 4 kilo meter menuju Sungai Gowang di desa Giring buat sekadar mandi & membawa sejerigen air utk minum.
Seseorang penduduk masyarakat RT 09 Dusun Bulurejo, seperti yg dikutip dari page CNN mengemukakan bahwa Dia sanggup meghabiskan seputar 9 tangki air buat persediaan masa kemarau. Terlebih air PDAM nyatanya tidak jarang mampat, hasilnya tidak sedikit penduduk yg lebih pilih membeli air tangki dari pengecer truk air yg terang jauh lebih mahal harganya. (CAL)
Sumber
0 Komentar