Sekiranya satu bln ke depan, umat muslim di seluruhnya dunia langsung bakal merayakan hri raya idul qurban. Suatu momentum keramat yg jadi perayaan paling besar ke-2 pasca hri raya idul fitri.
Dibalik ingar bingar idul qurban sekian banyak minggu ke depan, pasti bakal tidak sedikit pertanyaan muncul dalam diskusi sehari-hari sekitar fiqih qurban. Diskusi yg berujung terhadap pemaknaan & pengertian atas beragam hukum qurban. Salah satu masalah yg pass tidak jarang muncul ke dalam diskusi penduduk baik di ruang-ruang masjid ataupun di ruangan maya ialah pertanyaan mendasar, bolehkah berqurban a/n orang lain?
Diliat keutamaannya, ibadah qurban yaitu satu dari sekian ibadah yg jadi syiar Islam atau corong penyebar kebaikan Islam. Di dalam idul qurban ada momentum paling baik utk wujudkan & membuktikan rasa syukur atas segala nikmat yg diberikan Allah & segala ketaatan seseorang hamba kepada Rabbnya. Dalam tiap pengerjaan ibadah qurban tersimpul kebaikan & keberkahan yg tidak dapat dapat dihargai sebanyak rp yg dibayarkan utk membeli ternak qurban.
Hukum qurban yg paling tidak sedikit dipegang oleh kesepakatan ulama yakni sunnah muakkadah atau sunnah yg diutamakan. Diutamakan kepada siapa? Hukum qurban yaitu sunnah bagi yg sanggup & berkecukupan buat melaksanakannya. Kalau sanggup tapi meninggalkan atau tidak pernah laksanakan ibadah qurban bersama beragam argumen, sehingga hukumnya merupakan makruh.
Dulu dengan cara apa bersama konteks ada seseorang hamba yg dapat, tapi mau memberikan kebaikan pada saudaranya atau orang terdekatnya yg kurang sanggup buat berqurban dalam wujud qurban atas namanya, maka saudara atau temannya yg kurang sanggup itu konsisten dapat memperoleh pahala, kebaikan, & keutamaan ibadah qurban.
Dalam konteks seperti itu, dengan cara apa penjelasan hukumnya? Apakah ibadah qurban yg disedekahkan dari si tajir terhadap si kurang dapat itu sah menurut hukum qurban?
Sesungguhnya dalam kajian ibadah qurban memang lah ada wujud berqurban yg diberikan a/n orang lain, wujudnya ada dua :
Satu Orang muslim berqurban atas nama orang lain yg telah wafat. Berdasarkan kesepakatan para ulama & sebahagian pernyataan dari Syafi’i faktor tersebut sah menurut hukum qurban. Sementara dalam pernyataan madzhab syafi’i lainnya yg lebih dikuatkan merupakan tak sah berqurban atas nama orang lain yg telah wafat, kecuali orang yg telah wafat itu sudah mewasiatkan diawal mulanya.
Terhadap konteks ini ada seseorang muslim yg sanggup dulu lakukan qurban atas nama orang lain yg tetap hidup & sehat, utk kasus ini sebahagian akbar ulama dari kalangan madzhab Hanafi & Syafii tegas berpendapat bahwa hukum qurban atas aksi itu yaitu tak sah kecuali dgn izin orang yg diberikan qurbannya. Alasannya dikarenakan berqurban merupakan amalan ibadah yg segala sesuatunya diawali bersama niat. (CAL)
img : solopos.com
Terhadap konteks ini ada seseorang muslim yg sanggup dulu lakukan qurban atas nama orang lain yg tetap hidup & sehat, utk kasus ini sebahagian akbar ulama dari kalangan madzhab Hanafi & Syafii tegas berpendapat bahwa hukum qurban atas aksi itu yaitu tak sah kecuali dgn izin orang yg diberikan qurbannya. Alasannya dikarenakan berqurban merupakan amalan ibadah yg segala sesuatunya diawali bersama niat. (CAL)
img : solopos.com
0 Komentar