Menyusul tragedi bencana transportasi yg menimpa pesawat Trigana Air di wilayah Oksibil Papua Pekan (16/8) dulu, semakin menyadarkan publik bahwa penerbangan di wilayah Papua benar-benar miliki tantangan yg berkali lipat lebih berisiko ketimbang penerbangan normal di lintasan hawa Indonesia wilayah barat. Satu perihal yg jadi tantangan mutlak terkecuali area bandara disekitar pegunungan tinggi Papua merupakan susahnya prediksi cuaca jelek di Papua.
Utk didapati, tanah Papua yakni wilayah Indonesia timur yg miliki tipikal cuaca yg unik. Perubahan cuaca di langit Papua mampu terjadi bahkan dalam hitungan menit! Lebih-lebih tidak sedikit titik di wilayah Papua yg pass terisolir tidak miliki stasiun meteorologi sama sekali. Seperti di Bandara Oksibil, ruangan terdekat jatuhnya pesawat Trigana Pekan dulu. Nyata-nyatanya Bandara Oksibil tidak mempunyai cabang stasiun Tubuh Mateorologi, Klimatologi, & Geofisika (Badan Meteorologi, Klimatologi, Dan Geofisika), maka informasi perkembangan cuaca di Bandara Oksibil dilakukan bersama pengamatan visual oleh menara pengawas.
Seperti yg dikatakan Elesta Apriliana, senior first officer atau senior kopilot Trigana Air yg dikutip dari page Nada.com. Menurut Elesta, ada regulasi penerbangan yg ketat di Papua lantaran uniknya hal cuaca. Di penerbangan lintas Papua, ada istilah “no see no flight”, artinya seandainya tidak sanggup menyaksikan dalam jarak pandang yg lumayan aman, atau tak berada dalam Visual Meteorological Condition (VMC) sehingga tak diperbolehkan jalankan penerbangan di wilayah Papua. Kabut tebal & awan cumulonimbus paling sering jadi momok yg menakutkan bagi para penerbang di wilayah hawa Papua.
Awan cumulonimbus yakni awan yg amat sangat tebal yg berbentuk vertikal, menjulang tinggi, padat, strukturnya serupa gunung atau menara. Awan ini kebanyakan berbentuk seperti jamur. Apabila pesawat telah terjebak dalam keadaan awan cumulonimbus rata rata bakal seketika berlangsung guncangan hebat dikarenakan hujan kristal es & badai petir di dalam awan. Awan type inilah yg sangat sering serentak sekali terbentuk di langit Papua.
Fakta berkenaan susahnya prediksi cuaca tidak baik di Papua ini dibenarkan oleh pengamat penerbangan Gerry Soejatman, seperti yg dikutip dari page Solopos.com. Dirinya menyampaikan bahwa keadaan penerbangan di Papua benar-benar memerlukan perlakuan kusus. hal tersebut adalah akumulasi dari perbedaan tingkatan kesusahan, baik dari sudut cuaca, keadaan landasan, pun keadaan pegunungan tinggi.
Tanah Papua tatkala ini memang lah lebih sering berada dalam kawasan terbelakang, tertinggal, & tidak terlampaui dipikirkan oleh kebijakan pemerintah pusat. Tetapi setidaknya tragedi Trigana Air di Oksibil tempo hari dapat memantik tanggung jawab pemerintah utk sediakan sarana awasi cuaca yg otomotis disekitar bandara Papua, atau minimal stasiun pemantau cuaca milik Badan Meteorologi, Klimatologi, Dan Geofisika.(CAL)
img: news.detik.com
0 Komentar