Periode kemarau di Indonesia diyakini oleh sebahagian gede warga sbg keadaan suhu panas yg terik di siang hri, bahkan hawa panas pula dapat terus berhembus sampai tengah malam. Tiadanya hujan sewaktu berbulan-bulan & matahari yg bersinar terik tidak dengan terhalang awan di siang hri dengan cara logika memang lah mampu menyebabkan tanah “menyimpan” panas matahari & melepaskannya sepanjang tengah malam, sampai akhinya suhu di tengah malam hri juga ikut terasa panas & kering.
Tetapi kenyataanya proses ilmiah yg berlangsung terhadap alam di masa kemarau tidak sesederhana yg dibayangkan. Di tengah periode kemarau terik ditambah pun bersama fenomena El Nino yg dapat menguat hinga Nopember akan datang justru mendatangkan anomali cuaca yg lumayan kompleks. Seperti yg tampak dari kicauan para penikmat ruangan maya di fasilitas sosial yg berujar bahwa mereka merasakan suhu dingin yg menusuk tulang di tengah malam hri. Suhu dingin sampai menembus 16-17 derajat celcius terdaftar berhembus di langit Bandung, Yogyakarta & sebanyak wilayah lain di selatan Jawa.
Gimana fenomena unik itu sanggup berjalan?
Terhadap dasarnya fenomena anomali cuaca yg sedang dirasakan penduduk Yogyakarta & kurang lebih selatan Pulau Jawa memang lah disebabkan oleh adanya gejala El Nino. Berlangsung akibat anomali suhu muka laut di wilayah Pasifik yg lebih hangat di bandingkan rata-rata. Dikarenakan kerap kali El Nino itu muncul di antara masa Kemarau, sehingga ada salah kaprah yg telah mengakar bahwa kalangan awam amat sering mengartikan El Nino mengambil hawa yg lebih panas di bandingkan tahun-tahun sebelum El Nino. Tapi, kenyataannya El Nino bukan berarti hawa yg terasa panas.
Dikutip dari page Kompas, Edwin Aldrin, Kepala Pusat Penelitian & Pengembangan Tubuh Meteorologi, Klimatologi, & Geofisika (Badan Meteorologi, Klimatologi, Dan Geofisika) menerangkan kepada masa El Nino, suhu permukaan laut di perairan selatan Indonesia lebih rendah dari rata rata. Suhu dingin ini juga memengaruhi daratan di lebih kurang selatan Pulau Jawa. Posisi matahari serta sedang berada di belahan bumi utara, maka hawa panas mengalir dari selatan ke utara. Automatic, belahan bumi selatan dapat lebih dingin.
Akibatnya, angin yg berhembus punyai suhu yg lebih rendah dapat mengalir menuju arah Pasifik yg lebih hangat. Lantaran angin yg dingin dari pantai selatan itu melintasi wilayah Selatan Jawa termasuk juga Yogyakarta sehingga suhu di Yogyakarta dapat lebih dingin di bandingkan bulan-bulan diawal mulanya.
Terjadinya penipisan lapisan awan di atmosfer kepada periode kemarau serta miliki pengaruh kepada suhu dingin di Jogjakarta. Awan yg tidak tebal menciptakan penguapan berjalan demikian serta-merta. Fenomena dingin berjalan diwaktu hawa panas di permukaan bumi menguap dgn serentak terlepas ke hawa.
Tapi bukan berarti suhu dingin di Djogja ikut menimbulkan kesempatan utk turunnya curah hujan, frekuensi curah hujan di musim El Nino dapat masihlah rendah lebih-lebih ditambah dgn masa kemarau. Suhu yg lebih dingin di perairan selatan Jawa menciptakan sejarah penguapan menyusut. Akibatnya, kegiatan pembentukan awan rendah. Awan yg minim menciptakan curah hujan di Jawa & sekitarnya terus sedikit setidaknya sampai Nopember kelak. Menjadi, wilayah Jawa sektor selatan biarpun merasakan dingin, masih bakal kering.(CAL)
0 Komentar