Sudah lebih dari tiga bulan lamanya, seribu lebih pengungsi Rohingya diterima dan kemudian berbaur dengan rutinitas warga Aceh. Kisah mereka bertahan dari tragedi kemanusiaan di Rakhine dan kemudian terkatung berbulan bulan di lautan luas telah membangkitkan nurani dan rasa iba penduduk Aceh, bahkan Indonesia. Kini, perlahan mereka mulai mencoba melupakan kisah kejam di Rakhine, Mynamar. Menjalin hidup baru dengan masa depan yang setidaknya jauh lebih baik.
Dari ribuan jiwa pengungsi Rohingya yang diselamatkan oleh warga Aceh, ada ratusan bocah kecil yang ikut mengarungi laut bersama orang tuanya bahkan seorang diri demi bertemu keluarga di tanah pengungsian Malaysia maupun Thailand selatan. Namun takdir berkata lain, mereka terdampar di tanah Aceh. Kini menjadi bagian dari senyum optimis masyarakat Aceh.
Satu diantara ratusan bocah kecil Rohingya itu bahkan ada yang terlahir di Aceh, menjadi “anak Aceh”. Adalah Rabiatul (14), seorang remaja tanggung asal Rohingya yang kini harus berperan sebagai iu, merawat sendiri putranya di komplek Integrated Community Shelter (ICS), Blang Adoe, Kuta Makmur, Aceh Utara. Sementara, si kecil Mohamad Hasanudin, harus menerima takdirnya terlahir sebagai anak yatim saat pertama kali menyapa dunia dengan tangisannya, di Rumah Sakit Cut Meutia, Lhokseumawe, kurang lebih 4 pekan lalu.
Berdasarkan informasi berbagai pihak, saat mendarat bersama para pengungsi Rohingya lainnya Mei 2015, di Kuala Cangkoi, Kecamatan Lapang, Aceh Utara, kandungan Rabi – sapaan akrab Rabiatul – memang sudah berusia tiga bulan.
Rabiatul berkisah, Ia menikah dengan seorang pria Rohingya tahun 2013. Suaminya yang meninggal belum lama ini, mengharuskan Rabiatul pergi mencari penghidupan dengan pergi meninggalkan kampungnya Sakifara, Sittwe, Myanmar. Saat hendak berangkat, Rabiatul mengaku dirinya tidak tahu dalam keadaan hamil.
Seorang koordinator ICS, Radiansyah memang mengakui ada sejumlah pengungsi Rohingya yang berad dalam kondisi hamil ketika mendarat di Kuala Cangkoi.
Radiansyah menegaskan saat ini bukan lagi mempermasalahkan apakah kehamilan Rabi dan beberapa perempuan Rohingya lain dari proses perkawinan yang sah atau tidak. Namun yang perlu ditegaskan adalah saat mereka masuk ICS, kondisinya sudah hamil, ada yang sudah hamil tiga bulan, empat bulan, enam bulan.
Kini Hasuddin, bayi kecil Rohingya yang terlahir prematur di Aceh telah menyapa dunia. Setidaknya Hasanuddin bisa melihat dunia dengan kondisi yang jauh lebih baik ketimbang di bumi Arakan, Myanmar, tempat nenek moyangnya hidup selama beberapa generasi.
Karena terlahir di Aceh, Ia adalah “Anak Aceh”, walaupun Ayah Hasanuddin telah syahid meninggal dalam penderitaan di Sittwe, Rakhine, namun Hasanuddin tak boleh tumbuh menjadi lelaki Rohingya yang lemah. Banyak pihak di Integrated Community Shelter Rohingya mendoakan masa depan Hasanuddin yang jauh lebih baik dan menjadi laki-laki hebat dari Rohingya.
Aamiin
(CAL)
img : ACT.ID
0 Komentar