Sekian Banyak thn silam, warga Indonesia pernah ramai bersama perbincangan ironis sekaligus miris menyangkut jembatan gantung lanjut umur nyaris rubuh yg terpaksa masihlah dilalui oleh anak-anak sekolah demi mencapai sekolahnya? padahal di bawah jembatan butut itu mengalir sungai yg deras & tebing yg dalamnya lebih dari 10 m. Kebenaran pahit itu pula makin ironis pasalnya ruangan jembatan gantung “maut” itu cuma terpaut jarak tidak kurang dari 100 kilo meter dari Ibukota Jakarta. Bahkan jikalau diliat dari peta, jaraknya sangat dekat dari Jakarta.
Nyata-nyatanya memang lah kejadian mirisnya infrastruktur itu berlangsung di propinsi sebelah Jakarta, yaitu Propinsi Banten, tepatnya di Kab Lebak. Salah satu Kab paling miskin di Pulau Jawa.
Berdasarkan data yg dilansir dari page Antaranews, di Kab Lebak saat ini terdapat 109 jembatan gantung yg mengalami rusak berat. Bukti ini pula dibenarkan oleh Bupati Lebak Octavia Jayabaya yg mengakui benar-benar di daerah yg dipimpinnya tetap berada dalam keterbelakangan infrastruktur. Terutama infrastruktur jembatan dikarenakan benar-benar tidak sedikit desa terpencil yg wilayahnya berbatasan dgn sungai lebar & jurang dalam.
Merespon fenomena keterbatasan infrastruktur itu Tindakan Segera Tanggap (ACT) menginisiasi utk menggalang kemitraan bersama beragam perihal. Menolong penduduk Lebak memperoleh alat jembatan yg memadai. Akhirnya, salah satu kawan kerja ACT, Populasi Sedekah Brutal, bergabung dalam pembangunan jembatan di Kab Lebak.
Tatkala lebih dari sebulan ACT sudah menuntaskan pembangunan jembatan kokoh berbahan cor semen beton & besi baja siku yg menyambungkan akses dari Kampung Sanding ke Kampung Bubur, Desa Sindangsari, Kecamatan Sajira, Kab Lebak.
“Alhamdulillah pembangunan sudah selesai, proses pembangunan diselesaikan 27 November sampai 2 Desember 2015. InsyaAllah satu pekan lagi akan kita resmikan,” jelas Ahmad Rifai, Koordinator Pembangunan Jembatan dari ACT.
Busro, Kepala Desa (Kades) Sindangsari pun mengucap syukur dengan selesainya pembangunan jembatan ini. Menurutnya pembangunan jembatan ini sangat membantu warga dua kampung di desanya. Tahun 1970 pernah dibangun jembatan di lokasi yang sama, namun, kondisinya sudah rusak berat dan tak layak dilintasi. Padahal jembatan itu adalah jalur utama penghubung utama dua desa, lintasan utama ekonomi dan pendidikan warga di dua kampung itu.
“Warga jelas sangat senang dan bangga dibangunkan jembatan yang kokoh, ini salah satu bentuk kebangkitan warga Desa Sindangsari yang terus berikhtiar. Bersama perangkat Desa, warga, dan berkat silaturrahmi dengan ACT, akhirnya terlaksana pembangunan jembatan ini ,”ujar Busro penuh haru.
Busro pun menambahkan jembatan ini bernama “Sabukit” singkatan dari Sanding dan Bubur; bangkit (Desa Sanding dan Desa Bubur). Ia berharap pembangunan ini menjadi awal kebangkitan dua kampung di desanya, di masa kepemimpinannya yang baru menjabat menjadi Kades selama beberapa bulan ini. (cal)
0 Komentar