Bencana gempa bumi dangkal yang terjadi 2006 silam merupakan akibat dari bergesernya sesar opak ini. Episentrumnya berada di daratan, hal inilah yang mengakibatkan guncangan terasa amat besar di wilayah Yogyakarta yang sebagian morfologinya tersusun atas endapan merapi muda.
Hingga detik ini, patahan di sesar opak masih memiliki kemungkinan untuk terus bergerak dan melepaskan energinya. Kepadatan populasi di wilayah Yogyakarta menjadi jawaban mengapa 9 tahun lalu korban jiwa akibat bencana gempa bumi ini begitu besar. Sejatinya, sebesar apapun energi yang dilepaskan oleh pergerakan sesar opak tak perlu menjadi kekhawatiran berlebih apabila sejak dini sudah menyadari risikonya. Mitigasi bencana di alam di Yogyakarta tak bisa dianggap sebelah mata. Nyatanya memang kondisi struktur bangunan yang buruk dan tahan gempa lah yang membunuh ribuan jiwa di Yogyakarta 2006 silam.
Gempa Bumi Yogyakarta 2006 Pasca gempa, Badan Meteorologi Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis analisis penyebab bencana gempa bumi dangkal yang berepisentrum di Yogyakarta. Menurut BMKG, gempa yang terjadi 9 tahun silam terjadi akibat patahan purba sesar opak, Kabupaten Gunung Kidul, DIY. Patahan opak merupakan fenomena geologis lempeng bumi yang bersubduksi di bawah permukaan kota Yogyakarta. Sesar opak inilah yang menjadikan kondisi morfologi dan bentangan alam yang sangat berbeda antara dataran rendah Yogyakarta dan dataran tinggi di Wonosari. Di permukaan bumi, Sesar opak ini terlihat sepanjang sungai Opak yang membatasi beda morfologi dan bentangan alam antara Yogyakarta dan Wonosari.
Apalagi kondisi patahan di sekitar Pulau Jawa menurut beberapa peneliti memiliki potensi yang berbahaya sebab patahan-patahan tersebut banyak yang tertutup oleh endapan muda. Ketika patahan tersebut bergerak dan melepaskan energi, akan memantul atau amplifikasi getaran gempa. Akibatnya akan sangat merusak seperti yang terjadi di Yogyakarta 2006 silam.
Hari ini, tepat 9 tahun lalu, 27 Mei 2006 bumi bergetar hebat selama 57 detik di wilayah selatan Pulau Jawa. Seismometer di sekitar wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah mencatat angka 6.2 pada skala richter. Bencana gempa bumi yang mengguncang tak lebih dari 1 menit tersebut melepaskan energi dahsyatnya di waktu subuh, kala sebagian besar masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya masih masyuk terlelap.
Kala itu, episentrum bencana gempa bumi dilaporkan berada di 25 km selatan wilayah Dearah Istimewa Yogyakarta. Angka 6.2 dalam skala richter menjadi fatal karena gempa bumi ini termasuk dalam kategori dangkal, dan terjadi di kala banyak masyarakat masih terlelap di dalam rumah. Akibatnya mematikan, guncangan hebat terasa hingga Solo, Magelang, Semarang dan sebagian wilayah Jawa Timur tersebut membunuh kurang lebih sekitar 6.300 orang tewas. Sebagian besar merupakan warga Yogyakarta yang tak sempat menyelamatkan diri keluar, tewas karena tertimbun rumahnya sendiri. Data terakhir yang dirilis Badan Nasional Penanggulangan Bencana, gempa dangkal tersebut mengakibatkan 80.000 lebih rumah di selatan Yogyakarta rata dengan tanah. (ijal)
0 Komentar