Tanggal 12 September 8 tahun silam, bencana alam gempa bumi dahsyat kembali bergemuruh di wilayah Palung Jawa, sebelah barat Pulau Sumatera, dalam zona subduksi lempeng Australia dan lempeng Eurasia. Kala itu, menjelang senja angka seismograf bergetar dan menunjukkan magnitudo 8.4 skala richter. Subduksi di Palung Jawa kembali mengeluarkan energinya.
Berdasar pada artikel yang disadur dari Dongeng Geologi, gempa Bengkulu dan Mentawai ini merupakan pelepasan energi dari subduksi pergerakan segmen terakhir di Palung Jawa di tahun 1883 (9 skala richter). Akibat gempa dahsyat di penghujung abad 18 itu, terbentuk segmen panjang tempat penguncian energi selama lebih dari seabad. Hingga pada 12 September dan 13 September 2007 terjadi pelepasan energi menjadi bencana alam gempa bumi Bengkulu (8.4 skala richter) dan Mentawai (7.8 skala richter).
Bencana alam gempa bumi yang tergolong dangkal ini (10 km dari dasar laut) episentrumnya berada di 105 km lepas pantai barat Sumatera. Menurut beberapa pakar geologis di Indonesia, bentuk getaran gempa Bengkulu ini menyebar bahkan hingga 1000 km jauhnya. Akibat getaran yang meluas, korban bencana alam gempa bumi dangkal ini “tak lebih” dari 21 orang.
Tak lama setelah gempa Bengkulu, muncul gempa susulan di Mentawai pada 13 September. Kali ini gempa susulan mencetak angka 7.8 dalam skala richter. Baik gempa Bengkulu maupun Mentawai yang hanya terpaut kuang dari 24 jam ini membunyikan Tsunami Warning System di Thailand dan beberapa titik pengamatan gelombang tsunami di Samudera Hindia.
Bengkulu, juga Padang, Mentawai dan wilayah lain sepanjang pantai barat Sumatera diyakini para ahli geologi memang memiliki peluang luar biasa terhadap pelepasan energi subduksi lempeng yang terkonversi menjadi bencana alam gempa bumi di atas 6 skala richter. Pada 2007 silam, aktivitas seismik gempa bumi Bengkulu memecahkan segmen sejauh 240 km, dan gempa bumi Mentawai memecahkan segmen sepanjang 120 km. Berdasar pada catatan imbas bencana alam gempa bumi di tahun 1883, masih ada 200-280 km bidang subduksi yang belum melepaskan energinya, ekuivalen dengan magnitudo 8.0 hingga 8.6 skala richter.Oleh sebab itu, mitigasi bencana dan penyadaran risiko bencana alam gempa bumi bagi masyarakat sepanjang pantai barat Sumatera tak bisa disepelekan. Aktivitas seismik di jalur patahan ini memiliki banyak titik seismic gapyang tertidur selama beberapa puluh tahun. Seperti layaknya ketapel, lekukan akibat subduksi lempeng Australia dan lempeng Eurasia di sepanjang garis pantai Sumatera ini bukan hanya tertidur, ia hanya sedang menyimpan energi besar yang menunggu untuk dilepaskan. Pertanyaannya tinggal kapan pelepasan energi tersebut terjadi? Seharusnya tinggal menunggu waktu sebentar lagi. Oleh sebab itu, persiapan dan mitigasi bencana alam gempa bumi mutlak dimasifkan kembali prosesnya. (ijal)
Referensi: Dongeng Geologi
Sumber
0 Komentar