Awal Januari thn 2016 menjadi momentum kelam dalam urusan penegakan hukum di Indonesia. Sekali lagi, penegak hukum lakukan blunder fatal. Kali ini bukan dikarenakan kasus korupsi, bukan berkaitan hukum yg kebal terhadap petinggi tingkat atas, tapi ini menyangkut blunder hukum dikala memandang kasus kebakaran hutan yg demikian fatal menjelang akhir thn 2015 tempo hari.
Narasi mengenai blunder hukum yg menciptakan beram jutaan warga Indonesia ini berlangsung sesudah tanggal 31 Desember 2015 dulu Pengadilan Negara Palembang memutuskan utk menolak gugatan perdata pemerintah atas nama Kementerian Lingkungan Hidup & Kahutanan pada PT Bumi Mekar Hijau (PT. BMH). Dalam tuntutannya pemerintah menuntut duit ubah rugi sebanyak Rupiah. 7,8 triliun buat mengembalikan lagi ekosistem hutan yg hancur sebab sengaja dibakar oleh PT BMH, & mengembalikan lagi kesehatan pula ekonomi warga Sumatera yg tergadai akibat bencana kabut asap.
Tapi hasilnya tuntutan pemerintah terhadap PT BMH itu kandas di tengah jalan.
Lantas dengan cara apa sesungguhnya kronologi tuntutan pemerintah kepada pebisnis perkebunan atas kasus kebakaran hutan ini? apa argumen Majelis Hakim yg membatalkan tuntutan pemerintah & memenangkan PT BMH?
Berikut merupakan kronologi kegagalan pemerintah gugat PT BMH atas kasus kebakaran hutan Sumatera Selatan :
Nyata-nyatanya gugatan dilayangkan pemerintah buat kasus kebakaran hutan sejak thn 2014 sampai 2015 diatas lahan PT BMH
Faktanya tuntutan pemerintah atas merubah rugi kebakaran hutan yg dilakukan di atas lahan PT BMH ini dilayangkan telah sejak th 2014 silam. Waktu itu hutan tanaman industri pohon akasia seluas 20.000 hektar milik PT BMH kepada 2014 di Distrik Simpang Tiga Sakti & Distrik Sungai Byuku Kab Ogan Komering Ilir (OKI) dibakar dgn sengaja. Menyebabkan kasus kebakaran hutan & kerugian bagi penduduk sebab resiko kabut asap.
PT BMH ajukan pembelaan bersama jalankan tes laboratorium utk meneliti kerugian akibat kebakaran hutan
Gagalnya tuntuan pemerintah atas PT BMH ini salah satunya yakni lantaran pembelaan yg dilakukan oleh PT BMH bersama ajukan hasil tes laboratoium. Tes yg dilakukan oleh PT BMH didapati ga ada indikasi tanaman rusak lantaran sesudah lahan terbakar, tanaman akasia masihlah bakal tumbuh bersama baik. Seterusnya sewaktu proses persidangan serta nyata-nyatanya pemerintah sbg pihak penggugat tidak sanggup membuktikan adanya kerugian ekologi akibat kebakaran hutan. Seperti adanya rumus kehilangan unsur hara & kehilangan keanekaragaman hayati.
Minim kenyataan, tuntutan pemerintah serta dibatalkan oleh Pengadilan Negara Palembang
Hasilnya kepada 31 Desember 2015 tempo hari Majelis Hakim Pengadilan Negara Palembang memutuskan bahwa tuduhan yg diberikan pada perusahaan tak sanggup dibuktikan. Ketua Hakim Parlas Nababan bahkan menyebut tidak cuma menolak gugatan, pihak penggugat adalah Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan (KLHK) serta diwajibkan membayar budget perkara se besar Rupiah 10.521.000. Gugatan Pemerintah yg dimentalkan oleh Hakim ini serta didasarkan atas pertimbangan bahwa pemerintah menuntut PT BMH atas basic asumsi adanya kebakarna hutan tapi tidak dapat menunjukkan siapa pelakunya. Bahkan Hakim Parlas Nababan menyampaikan bahwa “Membakar hutan itu tak merusak lingkungan hidup, sebab hutan tetap mampu ditanami lagi”. (cal)
img : memecomicindonesia
0 Komentar